kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45901,12   2,37   0.26%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Renegosiasi kontrak karya justru rugikan Indonesia


Jumat, 13 Juni 2014 / 10:38 WIB
Renegosiasi kontrak karya justru rugikan Indonesia
ILUSTRASI.


Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Proses renegosiasi antara PT Freeport Indonesia dan pemerintah tampaknya membuat geram sejumlah kalangan pertambangan di tanah air. Alih-alih menyampaikan keberhasilan renegosiasi, pemerintah malah memberikan peluang yang lebar bagi Freeport agar tetap bercokol hingga 2041.

Sekadar bernostalgia, UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba mengamanatkan pemerintah untuk menyelaraskan seluruh isi kontrak pertambangan dengan UU tersebut. Ada dua jenis kontrak pertambangan yang ada, yaitu kontrak karya (KK) untuk perusahaan mineral, dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) untuk perusahaan penghasil komoditas batubara.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pun melakukan proses renegosiasi terhadap 112 KK dan PKP2B untuk meminta revisi kontrak menyoal enam poin. Yakni, keharusan menggelar kegiatan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri, penyesuaian luas lahan tambang. Selain itu perubahan perpanjangan kontrak menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK), penyesuaian royalti, kewajiban divestasi kepemilikan saham, serta keharusan penggunaan barang dan jasa pertambangan dalam negeri.

Rupanya, perjalanan renegosiasi berjalan alot. Meskipun Pasal 169 poin b UU Minerba memberikan batas waktu pelaksanaan renegosiasi hingga 12 Januari 2010, hingga sekarang belum satupun pemegang KK dan PKP2B yang telah mengamandemen kontraknya sesuai aturan yang berlaku.

Bahkan, renegosiasi ini menjadi ajang proses tawar menawar, sehingga memaksa pemerintah memberikan kemudahan khusus bagi pemegang kontrak. Beberapa aturan yang telah diterbitkan untuk mengakomodasi perusahaan yang belum menyepakati renegosiasi.

Misalnya, kelahiran PP Nomor 1/2014 tentang perubahan kedua PP Nomor 23/2010 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan. "Tetap membolehkan Freeport mengekspor konsentrat hingga 2017 dengan PP Nomor 1/2014, merupakan kegagalan pemerintah dalam bernegosiasi maupun dalam memaksa Freeport untuk membangun smelter," kata Ladjiman Damanik, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo), Rabu (11/6 ).

Ladjiman mengaku heran dengan klaim Kementerian ESDM yang menyatakan sudah berhasil memaksa Freeport untuk membangun smelter. Padahal, Freeport telah diberikan kesempatan sejak tahun 2009, dan kenyataan sekarang tahapannya baru mencapai pra feasibility study.

Yang lebih aneh, investasi yang akan dikeluarkan untuk pembangunan smelter justru dikait-kaitkan dengan jaminan investasi jangka panjang atau hingga lewat batas masa kontrak pada tahun 2021. "Freeport sejak 2009 kemana saja, keuntungan sejak 1967 masa tidak ada untuk investasi smelter. Malah sekarang minta jaminan investasi," kata Ladjiman. Apakah hal ini yang diklaim sebagai keberhasilan pemerintah?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×