Reporter: Adisti Dini Indreswari | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Kendati tekanan terhadap harga batubara belum berakhir, PT Renuka Coalindo Tbk tetap meneruskan rencana jangka menengah untuk mendongkrak produksi batubara. Perseroan melalui anak usahanya yang baru diakuisisi November lalu, PT Jambi Prima Coal (JPC), menargetkan produksi batubara bisa mencapai 5 juta metrik ton (MT) pada 2016.
Sekedar catatan, Renuka Coalindo mengambil alih 99,99% saham JPC pada November 2011 dari tangan PT Surya Commodities. Laporan The Australian Joint Ore Reserves Committee (JORC) menyebutkan, keseluruhan sumber daya dan cadangan batubara di tambang JPC masing-masing 120,3 juta MT dan 92,6 juta MT.
"Cadangan batubara tersebut cukup untuk mempertahankan operasi tambang pada tingkat produksi 5 juta MT per tahun, selama 18 tahun," ungkap Direktur Keuangan Renuka Coalindo Shantanu Latih dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat (21/9).
Menurut Shantanu, produksi 5 juta MT setahun itu memungkinkan dicapai, tiga tahun setelah produksi naik dari level saat ini.
Sayang, manajemen Renuka bungkam soal besaran produksi JPC sekarang ini. Sekretaris Perusahaan Renuka Coalindo Eka Nikawanti hanya bilang, konsesi tambang milik JPC sudah beroperasi sejak 2010 lalu.
Nah, seiring peningkatan kapasitas produksinya, Renuka Coalindo juga gencar mencari kontrak pembelian batubara. "Perusahaan kini dalam diskusi dengan beberapa konsumen di India dan Indonesia untuk kontrak jangka panjang," ujar Shantanu.
Tak hanya itu, demi memuluskan rencana mengerek produksi, perusahaan berkode saham SQMI ini juga akan melakukan ekspansi logistik. Renuka bakal membangun dermaga baru di dekat mulut tambang, dan tongkang batubara langsung ke kapal induk, tanpa harus menggunakan jalan lagi. Rencananya, proses kegiatan hilir tongkang dan penanganan batubara akan dilakukan secara outsourcing.
Saat ini, JPC sudah terlibat dalam pengerukan di Trembesi dan Sungai Batanghari, yang dilakukan bersama operator tambang lainnya. Pengerukan diharapkan rampung akhir 2012.
Dengan rencana logistik baru tersebut, perusahaan berharap bisa mengurangi biaya transportasi secara signifikan. Namun, Shantanu mengklaim, dampaknya baru terlihat di tahun buku 2014 mendatang.
Adapun, selama tiga bulan yang berakhir 30 Juni 2012, kinerja Renuka Coalindo tercatat melemah. Penjualan merosot 21,50% menjadi US$ 3,72 juta. Akibatnya, perusahaan merugi hingga US$ 571.913. Kerugian tersebut membengkak dibanding rugi periode yang sama di 2011, yaitu US$ 120.782.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News