Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Pergerakan nilai tukar rupiah yang mendekati Rp 10.000 membuat industri otomotif was-was. Jika rupiah loyo, maka biaya impor komponen maupun mobil completely build up (CBU) akan membengkak.
Namun begitu, PT Toyota Astra Motors (TAM), selaku pemegang merek Toyota di Indonesia mengklaim belum melakukan penyesuaian harga produknya walaupun nilai tukar rupiah saat ini masih lebih tinggi dari akhir tahun lalu.
"Kami masih lihat dulu pelemahannya (rupiah) dan dampaknya sejauh mana," kata Joko Trisanyoto, Direktur Pemasaran Toyota Astra Motors kepada Kontan di Jakarta, Selasa (15/1). Langkah yang akan dilakukan produsen asal Jepang untuk menyiasati pelemahan rupiah adalah dengan melakukan efisiensi agar biaya impor bisa tertutupi.
Jika efisiensi dinilai tidak mencukupi untuk menutupi pelemahan rupiah, barulah kenaikan harga jual mobil Toyota dilakukan oleh TAM. Sebelum itu terjadi, Joko bilang akan terus memantau pergerakan rupiah termasuk proyeksi rupiah.
Menurutnya, keputusan menaikkan harga jual adalah keputusan akhir yang diambil Toyota. Menurutnya, menaikkan harga jual cukup pelik, sebab berkaitan dengan kemampuan daya beli masyarakat.
"Jika harga naik dan pasar tidak terima kan susah juga. Pengaruhnya nanti ke volume penjualan," tandas Joko. Namun begitu, Joko mengaku industri mobil tahun ini tidak muluk-muluk dalam menetapkan target penjualan.
Industri mobil melalui Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) hanya menargetkan penjualan tahun ini sama dengan tahun 2012 lalu. Dari target penjualan itu, Toyota berniat menguasai pangsa pasar sebesar 36% dari total penjualan.
Sementara itu, kenaikan harga mobil Toyota sudah dilakukan sejak awal tahun 2013. Namun, kenaikan harga itu merupakan kenaikan rutin yang dilakukan di awal tahun, bukan karena nilai tukar rupiah yang melemah.
Pertimbangan kenaikan harga tersebut dilakukan karena adanya naiknya biaya produksi akibat naiknya Tarif Dasar Listrik (TDL) tahun 2013 sebesar 15% secara bertahap. "Biaya label dan TDL masuk dalam pressure cost. Nanti pelemahan rupiah juga akan masuk dalam biaya tersebut. Tapi, masih dilihat sejauh mana dampak dari pelemahan rupiah ini," tambahnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News