kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

RUPTL 2018-2027 dinilai masih pro batubara


Kamis, 15 Maret 2018 / 15:16 WIB
RUPTL 2018-2027 dinilai masih pro batubara
ILUSTRASI. RUPTL 2018-2027 KEMENTERIAN ESDM


Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Koalisi Break Free from Coal Indonesia menilai RUPTL 2018-2027 masih pro terhadap batubara. Hal itu terlihat dari porsi bauran energi, porsi batubara meningkat menjadi 54,4% dibandingkan dengan RUPTL sebelumnya yang sebesar 50,4%, kendati terdapat pemangkasan sebanyak 5.000 MW.

Di sisi lain, dari aspek perencanaan RUPTL 2018-2027 juga masih terlampau ambisius. Penyebabnya, asumsi dasar dari pertumbuhan permintaan masih di angka 6,8%. Angka tersebut jauh di atas realisasi pertumbuhan permintaan rata-rata lima tahun terakhir yang berkisar di angka 4%.

Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Hindun Mulaika mengatakan, realisasi pertumbuhan listrik tahun lalu saja hanya 3,5%, maka itu penetapan angka 6,8% masih terlampau ambisius. “Hal ini tentunya tidak akan membuat PLN keluar dari masalah utamanya yaitu ancaman risiko finansial dari sistem take or pay dan problem over kapasitas,” tuturnya melalui siaran pers yang diterima, Kamis (15/3).

Selain itu, Manager Kampanye Energi dan Perkotaan Walhi, Dwi Sawung menyebut, pemerintah tidak cukup dengan hanya memangkas proyek PLTU sebesar 5.000 MW. Angka itu masih terlampu kecil untuk menghindari sengatan kerugian dari potensi over kapasitas di masa mendatang.

“Kementrian ESDM dan PLN harusnya mengeluarkan 9 proyek PLTU atau setara 13.000 MW dalam RUPTL 2018 pada sistem Jawa-Bali," tuturnya.

Terlebih lagi, kata Sawung, di saat yang bersamaan, terjadi pula pemangkasan untuk pembangkit listrik energi terbarukan di RUPTL 2018-2027. Contohnya, pembangkit listrik tenaga air dikurangi 5.000 MW dan pembangkit listrik tenaga panas bumi sebesar 1.700 MW. Pangsa energi terbarukan lainnya, termasuk solar, biomassa, dan angin, meningkat hanya 800 MW dari 1.200 MW menjadi 2.000 MW.

"Jelas sekali keberpihakan Menteri ESDM dan PLN terhadap energi kotor begitu besar ketimbang energi terbarukan,” katanya.

Hendrik Siregar, Peneliti Auriga menambahkan, pilihan untuk tetap mengutamakan energi kotor yang kelak akan habis dibanding energi terbarukan, akan memperburuk krisis iklim. Adapun kesalahan perencanaan listrik tidak hanya akan merugikan uang rakyat dan negara, tapi juga membuat Indonesia tetap menjadi negara penyumbang emisi karbon PLTU yang terbesar, padahal Indonesia punya sumber daya yang tidak sedikit untuk menjadi contoh di dunia untuk mengurangi dampak perubahan iklim.

Sebelumnya, Koalisi Break Free from Coal telah meluncurkan analisis singkat potensi kerugian ekonomi negara yang akan sangat besar apabila proyek-proyek raksasa PLTU batubara di pulau Jawa dan Bali tetap dilanjutkan dan mulai beroperasi.

Menilik kembali RUPTL 2017- 2026, total kapasitas PLTU batubara yang tercatat dalam dokumen tersebut mencapai 17.000 MW. Secara aktual, realisasi pertumbuhan penjualan listrik PLN selama lima tahun terakhir apabila dirata-rata hanya mencapai 4,4%, jauh lebih rendah dari asumsi RUPTL 2017-2026 yakni 7,2%. Dengan kondisi itu, pada 2026 diproyeksikan PLN akan mengalami surplus listrik sebesar 71%.

Berdasarkan perhitungan koalisi, terdapat sembilan proyek PLTU batubara yang seharusnya dibatalkan, demi menjaga kestabilan keuangan negara dan menghindari kerugian rakyat yang lebih besar lagi. Nilai total dari pembangunan kesembilan PLTU Batubara tersebut bisa mencapai Rp 350 triliun atau setara dengan US$ 26 miliar.

Proyek-proyek tersebut mencakup Jawa 9 dan 10, Jawa 6, Cirebon 2, Tanjung Jati B, Celukan Bawang 2, Jawa 5, Indramayu, Jawa 8, Tanjung Jati A. Kesembilan PLTU Batubara tersebut memiliki status yang berbeda-beda, mulai dari tahap perencanaan, tahap pengajuan ijin dan tahap purchased power agreement (PPA).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×