kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Sektor bahan pangan pokok bisa terimbas tensi perang dagang global


Minggu, 08 Juli 2018 / 17:46 WIB
Sektor bahan pangan pokok bisa terimbas tensi perang dagang global
ILUSTRASI. Kedelai untuk produksi tahu


Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tensi perang dagang Amerika Serikat mulai merambat ke Indonesia. Bila tren ini terus berlanjut, terdapat potensi Indonesia juga bakal ikut membebani tarif impor tambahan untuk produk dari AS.

Tak hanya itu, posisi dollar yang terus menguat menekan industri. Pasalnya banyak produk bahan pangan Indonesia berasal dari impor AS.

Asal tahu, baru-baru ini pemerintah AS mengatakan bakal mengkaji 3.500 produk yang masuk Generalized System of Preference (GSP) atau daftar produk yang bebas bea masuk yang dihasilkan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Sebagai balasannya, terdapat 124 produk Indonesia yang diekspor ke AS tengah dalam kajian.

Ekonom Indef Bhima Yudhistira Adhinegara menjelaskan, dalam skenario bila pemerintah Indonesia melakukan retaliasi alias pembalasan dagang dengan naikan tarif bea masuk produk asal AS pasti efeknya ke kenaikan harga bahan kebutuhan pokok. Pasalnya banyak produk dasar makanan Indonesia berasal dari impor.

Dalam catatan Bhima, setiap tahunnya Indonesia mengimpor kedelai segar dan olahan hingga 6,9 juta ton. Dari AS impor kedelainya mencapai 2,6 juta ton atau 37% total impor kedelai. Sementara volume impor gandum dari AS mencapai 1,1 juta ton per tahun.

"Bahan baku kedelai harganya naik pasti harga tempe tahu akan naik juga. Gandum juga sama, sebagai bahan baku mie instan. Intinya yang akan terpukul pertama kali adalah kelompok masyarakat miskin," jelas Bhima saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (8/7).

Bhima melanjutkan, efek perang dagang ditambah kondisi pelemahan kurs menciptakan imported inflation. Namun mengingat posisi Indonesia yang dinilai memiliki nilai tukar rendah dibandingkan AS, maka menurutnya tipis kemungkinan Indonesia melakukan aksi retaliasi dengan menaikkan impor produk AS.

"Bisa dobel kerugian Indonesia. Paling penting saat ini adalah lakukan perundingan bilateral dengan perwakilan AS," jelasnya.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman mengakui mayoritas bahan pangan Indonesia berasal dari impor.

Berdasarkan perhitungannya, bahan baku dasar terigu yakni gandum berasal 100% dari impor. Produk susu 80% impor, garam 70% impor, gula 80% impor dan bahan perasa dan pewarna 60-70% impor.

Namun dibandingkan tantangan perang dagang, Adhi lebih melirik pada ancaman pelemahan rupiah terhadap harga pokok produksi Indonesia. Pasalnya, acuan rupiah yang pengusaha gunakan adalah pada Rp 13.600 per dollar AS sesuai angka APBN terdahulu. Sedangkan posisi rupiah terhadap dollar di atas Rp 14.000 memberikan potensi depresiasi 8%-10% dari tahun lalu.

"Bagi industri bahan baku, impor ini cukup berat, kalau hpp kita perkiraan 40% rata-rata berarti kalau ada terdepresiasi 8% , maka ada kenaikan 3% hpp," katanya.

Ditambah kenaikan harga minyak dunia acuan dan BBM, Adhi melihat adanya potensi hpp naik 3%-6%. Karena itu kini industri dan impor bagai kejar-kejaran memantau harga dan perkembangan regulasi terkini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×