Reporter: Abdul Basith | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Proses sertifikasi bagi komoditas Crude Palm Oil (CPO) dinilai terlalu berbelit dan memunculkan biaya yang tinggi. Padahal, menurut pengusaha sawit, sertifikasi tak selalu mendongkrak daya saing produk CPO.
"Prosedur dan implementasi untuk mendapatkan sertifikasi itu berbelit, birokratis, dan memunculkan biaya tinggi, baik resmi ataupun pungli," ujar Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Danang Girindrawardana kepada Kontan.co.id, Rabu (29/11).
Memang, dia bilang, sertifikasi itu lazim, mulai dari perkebunan sampai hilir sektor CPO. Namun, tak selalu mendongrak daya saing produk CPO.
Pasalnya, banyak kampanye negatif yang dilayangkan pada produ CPO Indonesia. "Sertifikasi, apa pun jenisnya belum tentu meningkatkan daya saing karena terdapat faktor lain selain kualitas," terang Danang.
Menanggapi kampanye negatif, Danang bilang seharusnya terdapat pemahaman dari berbagai negara tujuan ekspor CPO Indonesia. Padahal, sertifikat itu sudah menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menjaga lingkungan.
Gapki juga tidak bermasalah dengan rencana pemberlakuan sertifikat tunggal dari Eropa. Selama, syaratnya tidak bertentangan dengan perdagangan internasional.
Rencana Uni Eropa menerbitkan sertifikasi tunggal pun dinilai tidak menjadi masalah bagi asosiasi nirlaba yang menerbitkan sertifikat bagi komoditas kelapa sawit Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Chief Executive Officer (CEO) RSPO, Datuk Darrel Webber bilang bahwa menerbitkan standar sertifikasi merupakan hak pemerintah.
"Setiap pemerintah berhak menentukan standar sendiri, tetapi sertifikasi RSPO dinilai sudah mendunia," jelas Darrel.
Walapun begitu, Darrel pun mengaku telah terjadi kominikasi antara pihak RSPO dengan Uni Eropa. Industri di negara Eropa pun sudah ada yang berkomitmen akan menggunakan CPO yang bersertifikat RSPO.
Sertifikasi RSPO masih belum banyak dilakukan bagi lahan di Indonesia. Dari total hampir 12 juta hektare (ha) lahan sawit di Indonesia, lahan yang memiliki sertifikat hanya 1,75 ha.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News