Reporter: Agung Hidayat | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Satu tahun periode pemerintahan Jokowi-Ma'aruf turut mendorong perekonomian nasional. Para pelaku industri manufaktur menilai beberapa kebijakan yang dilahirkan sudah cukup baik, hanya saja implementasinya perlu diupayakan.
Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) mengatakan pemerintah sejauh ini memberi perhatian kepada industri padat karya salah satunya Tekstil dan Produk Tekstil (TPT). Asosiasi mengaku sudah beberapa kali bertemu dengan presiden dan beliau sudah memberikan perintah untuk menguatkan industri ini, hanya saja dari sisi pelaksanannya masih kurang memuaskan.
"Poin utamanya untuk industri TPT ini kalau mau meningkatkan ekspor tentu perlu peningkatan daya saing, sedangkan kalau peningkatan pasar lokal perlu regulasi perdagangan yang kuat," sebut Redma Gita Wirawasta, Sekjen APSyFI kepada Kontan, Senin (19/10). Dari sisi ekspor, menurut Redma sulit diharapkan karena saat pandemi ini banyak negara yang memproteksi pasarnya dari barang impor.
Harapannya tentu dari pasar domestik, hanya saja banjir barang impor menyulitkan penyerapan produk lokal. Padahal pemerintah sempat menargetkan penurunan impor TPT hingga 30%-40% guna juga mengurangi defisit neraca perdagangan.
Baca Juga: Struktur hulu-hilir terintegrasi, Kementerian Perindustrian kerek ekspor industri TPT
Hal ini disebabkan regulasi teknis di tingkat kementerian masih belum mengatur ketat soal impor TPT, yang kata Redma dari sisi pelaksanaan misalnya asosiasi menyesalkan kinerja Kementerian Perdagangan yang sedikit lamban menangani impor. Sementara itu di bagian bea cukai, tak sedikit kata Redma kasus impor barang tekstil yang tidak sesuai ketentuan terjadi.
"Kedua poin tersebut sudah cukup membantu penyerapan produk lokal, jadi tidak perlu anggaran atau stimulus tertentu lagi," terang Redma. Sedangkan untuk persoalan daya saing, jika UU Ciptaker rampung industri TPT optimis dapat mengerek competitiveness produk Indonesia di tingkat global.
Meski demikian APSyFI mengapresiasi tahun pertama periode Jokowi-Ma'aruf kali ini, yang mana dirasakan terus mengalami perkembangan setiap tahunnya. "Yang pertama harga gas bisa turun, itu sangat kami apresiasi apalagi ditengah-tengah pandemi seperti ini," ucap Redma.
Bicara soal pandemi, APSyFi berharap penanganan Covid-19 ini tidak terlalu berlarut-larut, sebab berkaca dari negara tetangga Vietnam maupun Thailand yang dapat berangsur pulih diikuti dengan berjalan normalnya perekonomian disana. Soal proyeksi tahun 2021 Redma menilai masih cukup sulit bagi sektor TPT bertumbuh kecuali pemerintah dapat menegaskan peraturan perdagangan impor tersebut.
Selanjutnya: BI sebut perbaikan ekonomi domestik ditopang stimulus fiskal dan membaiknya ekspor
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News