Reporter: Filemon Agung | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya mengakui memiliki utang ke pemerintah mencapai Rp 773,3 miliar. Di sisi lain, perusahaan juga mengklaim memiliki piutang terhadap pemerintah sebesar US$ 128,24 juta atau sekitar Rp 1,9 triliun.
Piutang tersebut dinyatakan berasal dari dana talangan kepada pemerintah atas penanggulangan luapan Lumpur Sidoarjo yang dilakukan oleh Lapindo Brantas, Inc. dan PT Minarak Lapindo Jaya sepanjang periode 29 Mei 2006 sampai 31 Juli 2007.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menolak jika hal tersebut disebut sebagai piutang Lapindo. Hal ini diungkapkan Kepala Program dan Komunikasi SKK Migas Wisnu Prabawa Taher ketika dihubungi Kontan.co.id.
"Ini bukan piutang Lapindo ke pemerintah, namun unrecovered cost atas biaya investasi yang belum dikembalikan sesuai mekanisme production sharing contract (PSC) Wilayah Kerja Brantas," jelas Wisnu, Rabu (26/6).
Lebih jauh Wisnu menjelaskan, hak tersebut merupakan hak penagihan piutang yang diklaim oleh Lapindo diatur dalam Wilayah Kerja Brantas. "Saya perlu cek dulu statusnya di WK Brantas," ujar Wisnu menanggapi pertanyaan seputar kepastian operasi dari WK Brantas.
Lebih jauh Wisnu bilang, besaran pengembalian biaya operasi tidak serta-merta bisa diberikan. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perlu dilibatkan untuk mengaudit sebelum dibayarkan kepada kontraktor.
"Selama ada produksi dari WK Brantas dengan dibatasi jangka waktu sesuai kontrak WK, atas pendapatan yang diperoleh, dapat digunakan untuk membayar unrecovered cost," jelas Wisnu.
Adapun hal ini berarti, selama ada produksi pada WK Brantas serta adanya pendapatan yang diperoleh dari produksi maka unrecovered cost akan dibayarkan. "Tentunya yang nilainya dapat diaudit," tandas Wisnu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News