Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) meminta pemerintah segera mengambil tindakan supaya produksi CPO yang tengah melimpah dapat segera diserap industri dalam negeri dan ekspor ke berbagai negara tujuan dapat segera meningkat.
Ketua Umum DMSI Derom Bangun mengatakan, saat ini ada beberapa pabrik kelapa sawit (PKS) yang tidak mampu mengolah tandan buah segar (TBS) khususnya yang berasal dari petani atau pekebun. Padahal, produksi sawit tengah memuncak, dan ekspor serta serapan sawit di dalam negeri belum maksimal.
Menurut Derom, program Biodiesel 20% atau B-20 yang mulai berlaku 1 September lalu masih menghadapi berbagai kendala di lapangan. Sementara volume ekspor sawit masih berkisar 3,2 juta ton per bulan dalam dua bulan terakhir. "Jika kondisi ini berlanjut, situasi ini dapat menjadi masalah besar bagi industri sawit," tutur Derom dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Kamis (21/9).
Ekspor ke beberapa negara tujuan belum dapat ditingkatkan karena tarif bea impor yang dikenakan masih tinggi dan pasar di Afrika Timur masih belum dapat menerima minyak sawit dalam bentuk curah, karena kurangnya fasilitas tangki-tangki timbun di beberapa negara tersebut.
Upaya-upaya pihak industri dan asosiasi berupa promosi dagang ke berbagai negara disamping kampanye-kampanye positif pun dianggap belum mampu mengerek ekspor yang berarti. Derom mengatakan, ekspor ke negara-negara tersebut dapat ditingkatkan jika produk sawit Indonesia bisa kompetitif dengan produk hilir Malaysia.
Menurut Derom, DMSI telah menyampaikan usulan penurunan pungutan ekspor sawit ke pemerintah. Sayangnya, masih dibutuhkan waktu yang lama untuk dapat membahas hal tersebut.
Lebih lanjut Derom mengatakan, terdapat beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk menurunkan stok sawit Indonesia. Pertama mempercepat pelaksanaan dan distribusi serta siapnya logistik dalam pelaksanaan B20 di Indonesia, sehingga Industri biodiesel bisa segera beroperasi dengan kecepatan penuh.
Lalu, menurunkan pungutan ekspor untuk RBD olein dari US$ 30 per ton menjadi US$ 20 per ton untuk jenis bulk dan menurunkan dana pungutan minyak goreng (olein) dalam kemasan yang kurang dari 25 kg diturunkan dari US$ 20 menjadi US$ 5 per ton. Pada saat yang bersamaan, bea pungutan CPO dapat diturunkan dari US$ 50 per ton. Hal ini dilakukan supaya produk dari Indonesia dapat bersaing dengan produk sejenis dari Malaysia.
DMSI juga mengusulkan agar Dana Pungutan ekspor biodiesel juga dapat diturunkan dari US$ 20 per ton menjadi US$ 5 ton. Pasalnya, biodiesel masih berpotensi diekspor ke berbagai negara yang lain karena harga solar dipasar global meningkat di sekitar US$ 1,2 per liter dan jauh di atas harga biodiesel Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News