Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Herlina Kartika Dewi
JAKARTA. Persaingan pasar serat sintetis di dalam negeri semakin ketat di tengah serbuan serat sintetis impor. Meski begitu, produsen serat sintetis PT Tifico Fiber Indonesia Tbk menargetkan bisa mempertahankan penguasaan pasar serat sintetis. Untuk mencapainya, perusahaan itu melakukan stabilisasi produksi dan memperbarui mesin-mesin pabrik.
Direktur PT Tifico Fiber Indonesia Sugito Budiono menuturkan, pada tahun lalu, perusahaan mampu menguasai 20% pangsa pasar domestik. "Tahun ini, kami fokus menjaga stabilitas produksi untuk mempertahankan pangsa pasar yang sudah ada," jelasnya belum lama ini.
Untuk menjaga stabilitas produksi, perusahaan berkode emiten TFCO ini menganggarkan dana sebesar US$ 5,5 juta untuk memperbarui mesin produksinya. Di luar itu, Tifico juga mengalokasikan anggaran US$ 1 juta untuk membangun infrastruktur guna memaksimalkan kinerja perusahaan.
Langkah stabilisasi juga dilakukan dari sisi pasokan energi, melalui penggunaan batubara sebagai pembangkit listrik dan penghasil uap alias steam. Dengan produksi yang stabil, Sugito bilang, perusahaan bisa menjaga pasokan serat sintetis ke pasar.
Catatan saja, saat ini, Tifico memiliki kapasitas produksi total sekitar 473.000 ton per tahun. Rinciannya, kapasitas produksi biji poliester sebesar 210.000 ton per tahun, kapasitas produksi serat poliester 133.000 ton per tahun, dan kapasitas produksi benang poliester mencapai 65.000 ton per tahun.
Strategi stabilisasi produksi juga dilakukan demi menjaga persaingan dengan produk impor. Maklum saja, dengan ekonomi yang tumbuh cemerlang, Indonesia menjadi tujuan ekspor berbagai produk termasuk produk serat sintetis dari berbagai negara.
Sugito bilang, serbuan serat sintetis impor seperti serat sintetis yang berharga miring asal China pada tahun lalu lumayan mengganggu kinerja perusahaan. "Ekspansi di China menyebabkan terjadi oversupply sehingga harga poliester ikut turun," ujarnya.
Penurunan harga akibat serbuan produk impor semakin memberatkan perusahaan. Pasalnya, tahun lalu, tren harga minyak mentah dunia juga merosot sehingga harga jual produk serat sintetis ikut tertekan.
Sugito memperkirakan, tekanan harga bahan baku dan serbuan serat sintetis impor masih akan berlanjut pada tahun ini. Makanya, pada 2013, Tifico memperkirakan kinerja penjualan hanya akan seperti tahun 2012.
Sebagai gambaran, tahun lalu, perusahaan itu hanya membukukan penjualan bersih US$ 359,5 juta, turun 10% ketimbang tahun 2011 yang mencapai US$ 401,9 juta.
Tapi, Sugito justru memprediksi laba perusahaan tahun ini kembali merosot lantaran biaya produksi yang harus ditanggung perusahaan seperti kenaikan upah buruh dan biaya energi semakin tinggi.
Selain itu, fluktuasi harga bahan baku impor akibat kurs rupiah melemah juga masih membayangi kinerja Tifico tahun ini. Tahun lalu, Tifico hanya membukukan laba bersih US$ 8,1 juta
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News