Reporter: Tantyo Prasetya | Editor: Johana K.
Jakarta. Demi mempertahankan kinerjanya yang positif, PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia (GMF) terus menjaga captive market dari para maskapai yang menjadi client mereka.
Saat ini industri Maintenance, Repair, dan Overhaul (MRO) milik GMF sudah menguasai 49% dari pangsa pasar dunia. Rinciannya, GMF Aera Asia mampu menguasai 32% pangsa pasar MRO, MRO Batam Airline 15% dan MRO lokal 2%. Lantas, sisanya 51% dikuasai oleh perusahaan MRO milik Singapura dan Hongkong.
Agar mampu merebut pangsa pasar dunia lebih besar, perseroan memiliki rencana jangka panjang yaitu menambah tiga hanggar di luar Indonesia. Ketiga wilayah itu adalah Korea Selatan, Dubai, dan Australia.
Rencana terdekat, perseroan akan segera membangun di Korea Selatan dengan model joint venture dengan perusahaan MRO setempat. Rencananya, pembangunan layanan MRO tersebut akan dimulai di tahun 2018. Setelah itu, GMF akan melebarkan sayapnya di Dubai, Uni Emirate Arab dan Australia.
Tazar Marta Kurniawan, selaku Direktur Operasional GMF mengungkapkan, maskapai dari Australia dan Timur Tengah masih kekurangan tenaga ahli. Imbasnya, mereka harus mengirim maskapai mereka untuk perawatan ke Singapura, bahkan Eropa. "Bagaimana menghilangkan bahan bakar yang harus dibakar ke sana, mreka mengirimkannya ke Indonesia," terang Tazar di Jakarta, Selasa (25/7).
Satu yang pasti, strategi perseroan adalah memang mengincar negara-negara dengan memiliki keterbatasan SDM atau manpower yang memiliki kapabilitas untuk memberikan pelayanan perawatan untuk pesawat. Dengan begitu, negara tujuan tersebut akan terus menggunakan jasa GMF untuk kebutuhan MRO pesawat. "Sehingga nantinya mereka tidak punya orang untuk menjadi teknisi yang merawat pesawat. Diharapkan akan menjadi captive market ke depannya," tambah Tazar.
Untuk ekspansi ke sejumlah negara tersebut, GMF berencana mengajukan kerjasama joint venture dengan perusahaan MRO setempat. Targetnya, dalam lima tahun ke depan GMF mampu bermitra dengan perusahaan MRO berskala internasional.
Kerjasama ini juga bisa berpelaung untuk menambah jam terbang dan pengalaman para teknisinya, serta mempelajari industri MRO di mancanegara. Selain itu, diharapkan para teknisi mampu mengambil ilmu yang sudah diterapkan di negara tersebut. "Kalau perawatan kecil bisa di sana. Tapi kalau perawatannya berat tetap harus dibawa ke GMF," tambah Tazar.
Strategi menyasar captive market terbukti jitu bagi perseroan. Hingga kini, 80% revenue yang didapat perseroan berasal dari captive customer dengan total lebih dari 170 pelanggan di seluruh dunia. "Sehingga tidak perlu ke luar untuk maintenance atau sparepart. Selain itu indsutri MRO juga lebih sustain dibanding penerbangannya sendiri,"
Sebagai informasi, Tazar memberi gambaran untuk biaya perawatan 1 unit pesawat jenis Boeing 737, maskapai harus mengeluarkan biaya sebesar US$ 1,5 juta hingga US$ 2 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News