kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Survei Rumah123 : Banyak penduduk Jakarta tinggal di rumah warisan


Rabu, 16 Mei 2018 / 11:38 WIB
Survei Rumah123 : Banyak penduduk Jakarta tinggal di rumah warisan
ILUSTRASI. Situs jual beli properti


Reporter: Petrus Dabu | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski masuk kriteria kebutuhan pokok, tempat tinggal masih saja menjadi isu yang belum teratasi dengan baik. Edukasi, terlebih soal pembiayaan, membuat banyak orang masih menunda pembelian huniannya.

Sentiment survey yang dilakukan marketplace properti, Rumah123 menemukan fakta bahwa nyaris 45% penduduk Jakarta tidak tinggal di rumah yang mereka beli sendiri. Berdasarkan data yang dioleh tim Business Intelligent Rumah123, meski tinggal di rumah yang berlabel milik sendiri, hunian tersebut didapat dari hasil warisan keluarga.

Country General Manager Rumah123, Ignatius Untung menjelaskan hasil survei yang terbilang masih sangat mengkhawatirkan. “Mereka yang memiliki penghasilan bulanan baik di bawah atau di atas Rp 10 juta tetap kesulitan membayar DP,” kata Untung dalam pemaparan Sentiment Survey H-I/2018 di kantor Rumah123 di Jakarta, Selasa (15/5).

“Betul, pengakuan tinggal di rumah sendiri, namun rumah tersebut mereka peroleh dari warisan. Bukan dibeli dengan uang mereka sendiri,” ujar Untung.

Berdasarkan data, besaran uang muka atau down payment (DP) ternyata masih menjadi momok di semua kelompok penghasilan. “Jadi kurang tepat jika berpikir hanya mereka dengan penghasilan kecil yang kesulitan menyediakan dana untuk pembayaran DP,” imbuh Untung.

Jika mereka yang berpenghasilan di bawah Rp 10 juta per bulan kesulitan membayar DP lantaran kurangnya penghasilan, berbeda dengan yang di atas Rp 10 juta. Golongan berpenghasilan terbilang besar ini cenderung kesulitan membayar DP karena terlilit utang. Sebut saja credit card, Kredit Tanpa Agunan (KTA), dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB).

Menariknya, ada tren definisi investor terkini. Meski baru membeli properti untuk kali pertama, milenial sudah menggolongkan dirinya sebagai investor, bukan lagi first home buyer. “Responden milenial sudah cukup sadar bahwa properti memiliki return yang bagus. Jadi, meski bukan hunian idamannya, saat mampu membeli sebuah properti, maka mereka akan berpikir itu sebagai bentuk investasi,” ujar Untung.

Data menunjukkan bahwa 60,32% milenial di rentang usia 22 tahun-28 tahun mencari hunian sebagai bentuk investasinya. Sementara 39,68% lainnya belum berencana sedikitpun. Meningkat cukup banyak, setidaknya ada 75% milenial di rentang usia 29 tahun-35 tahun yang mulai mencari hunian investasi.

Pola pikir pragmatis juga cukup mewarnai keputusan pembelian properti dengan menggunakan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Hal ini cenderung terjadi pada masyarakat di golongan penghasilan di bawah Rp 10 juta yang rela membayar cicilan dengan bunga lebih tinggi selama proses pengajuannya tidak terlalu sulit.

Sentiment Survey H-I/2018 ini melibatkan 1.922 responden selama periode 13 Maret-27 April 2018. Responden berasal dari Jabodetabek dan beberapa kota besar lainnya di Pulau Jawa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×