kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Tahun ini, Kemperin mewajibkan 66 SNI


Kamis, 09 Januari 2014 / 07:11 WIB
Tahun ini, Kemperin mewajibkan 66 SNI
ILUSTRASI. Suasana penawaran produk properti melalui fasilitas kredit?pemilikan rumah atau KPR saat gelaran BCA Expoversary 2022.


Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Fitri Arifenie

JAKARTA. Persaingan industri yang makin sengit membuat Kementrian Perindustrian (Kemperin) akan memberlakukan 66 Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk beberapa produk industri di tahun 2014. Pertimbangannya adalah untuk meningkatkan daya saing dan keamanan konsumen.


Anshari Bukhari, Sekretaris Jenderal Kemperin mengatakan, berlakunya ASEAN Economic Community pada 2015 nanti membuat produk industri dari luar negeri bebas masuk ke Indonesia. Sebab, sudah tak ada lagi hambatan tarif bea masuk.

Agar tak bebas diberondong produk impor, instrumen non tariff barrier seperti SNI mutlak diperlukan. Dengan begitu, produk lokal yang menerapkan SNI bisa lebih mudah mengisi pasar domestik. "SNI sangat dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing produk dalam negeri," ujar Anshari, Rabu (8/1).

Adapun 66 SNI yang naik pangkat menjadi wajib dikenakan kepada beberapa produk, seperti elektronika, furnitur, logam, kimia dasar, dan hilir. Selain itu juga masih ada produk makanan minuman, otomotif dan maritim.

Agus Salim, Ketua II Gabungan Pabrik Seng Indonesia (Gapsi) menyambut baik pemberlakuan SNI wajib ini, terutama di sektor logam hilir. Saat ini, masih banyak ditemukan produk seng gelombang yang tak sesuai dengan standar SNI di pasar.

Menurut Agus, produk yang tak memiliki SNI tersebut merugikan industri sejenis lainnya yang memiliki SNI. Sebab, kebanyakan, produk yang tidak sesuai SNI di pasaran adalah produk impor yang harganya 10% lebih murah ketimbang produk lokal yang memiliki SNI.

Industri domestik sulit mengimbangi produk impor lantaran bahan baku berupa cold rolled coil (CRC), sekitar 70% adalah impor. Kondisi rupiah yang semakin tertekan dan bea masuk bahan baku sebesar 10% membuat harga jual produk lokal lebih mahal. Ujung-ujungnya, Agus bilang, rata-rata utilisasi produksi industri baja lapis seng saat ini hanya mencapai 50% dari total kapasitas produksi di dalam negeri yang mencapai 1,1 juta ton per tahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×