kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tambang dan ekspor ilegal marak, tata kelola niaga timah perlu pembenahan


Senin, 11 Januari 2021 / 22:16 WIB
Tambang dan ekspor ilegal marak, tata kelola niaga timah perlu pembenahan
ILUSTRASI. Pekerja melakukan bongkar muat Timah


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Praktik penambangan dan ekspor timah ilegal masih marak dan dilakukan secara terang-terangan. Sejumlah oknum aparat, pejabat daerah dan politisi pun diduga turut mendukung aktivitas penambangan dan ekspor timah abal-abal tersebut.

Kondisi itu diungkapkan dalam diskusi daring "Tata Niaga Timah Indonesia" yang diselenggarakan Forum Diskusi Ekonomi dan Politik (FDEP), Senin (11/1). Dalam kesempatan tersebut, Ekonom Senior Faisal Basri mengatakan, para oknum tersebut terlibat dengan menjadi pemilik tambang secara langsung maupun tidak langsung.

Faisal bilang, banyak pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang tidak memenuhi syarat, sehingga hanya menjadi penadah hasil tambang ilegal. Dia menekankan, maraknya penambangan dan ekspor ilegal tersebut membuat pelaku usaha timah legal kalah saing.

"Mereka (oknum-oknum aparat/pejabat) seperti raja di sana. Banyak pemegang IUP tidak memenuhi syarat. karena tujuannya hanya mau jadi penadah hasil tambang ilegal yang harganya lebih murah dibandingkan tambang legal," kata Faisal.

Baca Juga: IHSG naik 1,21%, indeks sektor pertambangan melesat hingga 5,83%

Senada, Praktisi pertambangan timah Indonesia, Teddy Marbinanda menyampaikan bahwa keterlibatan oknum aparat di pertambangan timah ilegal membuat pelaku industri yang patuh secara legal menjadi tidak berdaya.

Kata Teddy, pengabaian atas kekacauan tata kelola timah akan merugikan negara. Sebab, negara kehilangan sumber daya tanpa mendapat penghasilan yang memadai.

"Hingga 90% lokasi penambangan ilegal ada di IUP PT Timah. Sebagian besar hasil penambangan ilegal dijual ke pihak lain dengan harga murah. Tidak adil bagi PT Timah dan negara," terangnya.

Dari sisi ekspor, sejumlah negara tetangga tercatat masih mengimpor pasir timah dari Indonesia. Padahal, ekspor pasir timah sudah dilarang. Bahkan, Singapura yang tidak punya tambang timah bisa mengekspor balok timah.

Menurut Faisal, kondisi itu terjadi karena lemahnya penegakan aturan meski aturannya sudah lengkap. Selain itu, pemerintah juga tampak tidak begitu serius memperhatikan komoditas timah.

"Saya hampir tidak pernah melihat Menteri ESDM, Pak Luhut (Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi) membahas timah. Kalau nikel, bauksit sering," sebut dia.

Padahal, menurut Sekretaris Jenderal Komite Cadangan Mineral Indonesia Arif Dahlius, timah sangat dibutuhkan oleh industri, terutama otomotif. Sedangkan dari sisi regulasi, Arif mengamini bahwa aturan tata niaga timah sebenarnya sudah lengkap.

Dalam peraturan Kementerian ESDM misalnya, perusahaan wajib mendapatkan pengesahan dari Competent Person Indonesia (CPI) untuk jumlah cadangan timah di lokasi IUP. Tanpa pengesahan itu, maka Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tidak dapat disahkan oleh pemerintah.

"Tanpa RKAB yang disahkan pemerintah, maka pemegang IUP tidak bisa beraktivitas untuk menambang apalagi mengekspor," ungkap Arif.

Dia menyampaikan, saat ini ada ratusan pemegang IUP, sedangkan hanya ada 22 CPI timah. "Mereka diawasi oleh asosiasi. Ada oknum-oknum penaksir yang tidak patuh kode etik dan dijatuhi sanksi," sambung Arif.

Sementara itu, Teddy Marbinanda mengatakan praktik di lapangan menunjukkan masih banyak pelanggaran. Meski tidak ada verifikasi CPI, RKAB tetap disahkan oleh pemerintah daerah.

Teddy menggambarkan, ada perusahaan timah yang sedang memproses persiapan menambang di wilayah konsesinya.

Namun, perusahaan tersebut sudah punya cadangan ratusan ton balok timah siap ekspor. Selain itu, ada juga perusahaan yang kapasitas produksinya jauh di bawah jumlah balok timah yang diekspornya.

"Dihitung dengan cara apa pun, tidak sesuai. Anehnya, tetap diizinkan untuk ekspor. Kondisi seperti ini sudah terjadi bertahun-tahun," ungkap Teddy.

Baca Juga: CEO Tesla Elon R Musk Menjadi Orang Terkaya Dunia, Geser Jeff Bezos Pendiri Amazon

Lebih lanjut, menurut Faisal Basri, butuh dukungan pemerintah pusat untuk membenahi tata niaga timah Indonesia. Termasuk untuk menindak keterlibatan oknum aparat hingga pejabat.

Dengan aturan yang ada, semestinya pembenahan tata niaga timah Indonesia tidak membutuhkan waktu yang lama. Faisal pun memberikan gambaran saat dirinya memimpin Tim Reformasi Tata Kelola Migas.

Kerja dari tim tersebut ialah untuk mengungkap mafia migas di Indonesia. "Paling lama enam bulan. Bisa kerja cepat karena dukungan pusat. Masa timah tidak bisa dibenahi. Jangan sampai timah habis, rakyat tidak sejahtera" pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×