kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tarif angkutan online diatur, taksi konvensional semakin kompetitif


Kamis, 04 April 2019 / 16:48 WIB
Tarif angkutan online diatur, taksi konvensional semakin kompetitif


Reporter: Andy Dwijayanto | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pemerintah terus melakukan penyempurnaan bagi penyelenggara transportasi berbasis aplikasi. Melalui PM 118 tahun 2018 yang mengatur roda empat dan PM 12 tahun 2019 yang mengatur roda dua. Dengan aturan tersebut, nantinya baik taksi online maupun ojek online akan memiliki batas atas dan bawah untuk tarif per kilometer.

Rencananya, pemerintah akan memberlakukan efektif PM 12/2019 pada Mei dan PM 118/2018 pada Juni mendatang. Dengan kedua aturan ini, secara otomatis tarif angkutan berbasis online tidak lagi semurah dulu, ojek online akan menyesuaikan tarif batas bawah Rp 2.000 dan batas atas Rp 2.500 per kilometer dengan rentang biaya jasa minimal Rp 7.000 sampai Rp 10.000 sekali jalan.

Sedangkan untuk taksi online, berdasarkan catatan KONTAN tarif yang akan diberlakukan untuk batas bawah sebesar Rp 3.500 per kilometer dan batas atas Rp 6.000 per kilometer. Hal ini akan sedikit banyak akan memberikan angin segar bagi pengusaha taksi konvensional yang selama ini tergerus oleh online.

Djoko Setijowarno, Pengamat Transportasi dari Unika Soegijapranata menjelaskan bila aturan itu berlaku efektif maka bisnis taksi konvensional akan kembali mengembang. Pasalnya, saat ini pengusaha taksi konvensional terus memperbaiki pelayanan untuk bisa mengimbangi penetrasi yang dilakukan taksi konvensional.

Menurutnya, aturan tersebut akan membuat masyarakat akan kembali menimbang menggunakan jasa taksi online. Selain karena tarif yang tidak akan berbeda jauh, dari sisi kenyamanan, keamanan dan pelayanan juga akan menjadi pertimbangan. Oleh karena itu, imbasnya bisnis bagi pelaku taksi konvensional akan cukup baik.

“Kalau tidak banyak selisih ya pasti masyarakat berpikir untuk ketenangan, kenyamanan dan keamanan terlebih dahulu. Kalau soal murah tetapi kalau barang ketinggalan malah hilang, sopirnya pelayanannya tidak standar, tidak nyaman, attitude-nya jelek. Terutama ibu-ibu mereka akan balik lagi ke taksi reguler,” ujarnya kepada KONTAN, Kamis (4/4).

Namun tidak semua taksi konvensional akan menikmati pertumbuhan, menurutnya hanya perusahaan taksi konvensional yang memiliki manajemen yang baik yang bisa bertumbuh. Pasalnya, ditengah banyak perusahaan taksi konvensional yang tumbang, beberapa juga justru mengalami peningkatan kinerja pada tahun lalu.

“Ini karena orang cari ketenangan, tidak hanya murah saja. Kalau selisih harga tidak jauh beda apalagi taksi reguler juga punya online kan penumpang tinggal pilih saja,” lanjutnya.

Michael Tene, Sekretaris Perusahaan PT Blue Bird Tbk (BIRD) menyampaikan bahwa saat ini saja tarif taksi miliknya sudah cukup kompetitif bila dibandingkan dengan taksi online. Bahkan pada saat jam sibuk, tarif yang ditawarkan Blue Bird cenderung lebih murah ketimbang tarif yang ditawarkan taksi online.

“Kami juga sadar bahwa tarif kami cukup kompetitif saat ini dan konsumen juga menyadari hal tersebut. Terlihat dari kenaikan rata-rata pendapatan per kendaraan. Tarif saat ini bisa kami pertahankan karena kami memiliki economic of scale yang bisa mendukung tarif tersebut,” ujarnya.

Selain mengandalkan sisi kompetitif tarif, BIRD juga terus mengembangkan aplikasi My Blue Bird dan berinvestasi dari sisi armada dan teknologi. Kendati saat ini jumlah pemesanan melalui aplikasi tak sebanyak pangakalan-pangkalan di mall dan perkantoran maupun stop di jalan, namun perkembangannya cukup baik.

Tri Sukma Anreianno, Head of Public Affairs Grab Indonesia menjelaskan aturan tarif batas atas dan bawah yang diatur PM 12/2019 tersebut akan memiliki dampak bagi pengguna Grab yang memiliki daya beli terbatas. Yang jelas, saat ini manajemen tengah mempelajari dengan teliti agar dapat memberikan respon yang tepat.

“Mengingat tarif yang diumumkan oleh pemerintah adalah angka nett dan belum termasuk 20% biaya tidak langsung yang juga harus ditanggung oleh konsumen,” ujarnya.

Senada, PT Aplikasi Karya Anak Bangsa juga mengalami dilema tersebut. Shinto Nugroho, Chief Public Policy and Government Relations Gojek Indonesia menjelaskan selain berfokus pada peningkatan kesejahteraan mitra pengemudi, perusahaan juga melihat perlunya keseimbangan harga.

Keseimbangan antara supply dan demand harus diperhatikan, menurutnya harga akan mempengaruhi tingkat permintaan konsumen. Pada akhirnya hal ini akan berpengaruh terhadap pendapatan total para mitra pengemudi “Monitoring terhadap penerapan tarif ini sangat penting untuk memastikan terjaganya keberlanjutan ekosistem industri yang terdiri atas mitra pengemudi, konsumen dan bahkan mitra UMKM,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×