Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE) akan segera menerbitkan beberapa regulasi terkait feed in tariff yang mengatur harga pembangkit listrik berbasis angin dan pembangkit listrik surya rooftop.
Selain itu juga revisi feed in tariff terkait bioenergi yaitu biogas, biomassa maupun sampah kota, dan dua rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunan Undang-Undang (UU) panas bumi yaitu terkait pemanfaatan langsung panas bumi dan bonus produksi.
"Semua regulasi tersebut memang dibuat untuk mendorong pengembangan EBT dengan mengundang investor," kata Direktur Jenderal EBTKE, Rida Mulyana pada Jumat (9/10).
Rida mengatakan saat ini peraturan mengenai feed-in tariff pembangkit listrik mikro hydro sudah terbit. Sehingga sudah ada 171 perusahaan yang siap melakukan tandatangan PPA dengan total kapasitas pembangkit listrik mencapai 890 MW. Total investasi untuk proyek pembangkit tersebut mencapai Rp 20 triliun.
Sementara itu, peraturan mengenai bioenergi tengah dilakukan revisi yang targetnya selesai pada akhir bulan Oktober 2015. Dengan adanya perubahan harga tarif yang dipatok untuk bioenergi, maka perusahaan kelapa sawit memiliki peluang untuk memanfaatkan limbah kelapa sawit cair. Seperti diketahui, setiap pabrik kelapa sawit yang mau membangun pembangkit dengan limbah cairnya bisa menjual kepada PLN dengan harga yang lebih tinggi.
"Dengan adanya revisi tersebut, harga tarif pembangkit listrik berbasis biogasi, biomassa, dan limbah kelapa sawit cair per kilowatt per hour (kwh) bisa di atas Rp 1000 per kwh. Saat ini, harga tarif pembangkit listrik berbasis bioenergi dipatok Rp 975 per kwh," kata Rida.
Kementerian ESDM juga akan menerbitkan feed-in tariff untuk pembangkit listrik tenaga surya rooftop yang saat ini tengah disiapkan untuk segera terbit di tahun 2015 ini. Rida menargetkan PLTS bisa mencapai 6 GW dalam dua tahun ke depan.
Pembangunan PLTS ini juga bisa mendatangkan investasi yang cukup besar karena untuk pembangunan pembangkit per 1 MW membutuhkan dana investasi mencapai US$ 2 juta.
"Jadi ada sekian triliun yang bisa masuk dalam investasi PLTS. Diharapkan dalam waktu cepat bisa diluncurkan Permennya," ujarnya.
Hingga September 2015, Ditjen EBTKE mencatat sudah ada investasi mencapai US$ 1,17 miliar. Angka tersebut baru mencapai 26% dari target investasi hingga akhir tahun yang dipatok mencapai US$ 4,5 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News