Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) menyebut para pelaku UMKM nasional tidak bisa berleha-leha setelah TikTok Shop berhenti beroperasi di Indonesia.
Sebagaimana yang diketahui, TikTok dipastikan tidak lagi memfasilitasi transaksi e-commerce di platform TikTok Shop Indonesia efektif per 4 Oktober pukul 17.00 WIB. Manajemen TikTok menghormati dan mematuhi peraturan dan hukum yang berlaku di Indonesia. Dalam hal ini adalah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 31/2023.
“Kami akan terus berkoordinasi dengan pemerintah Indonesia terkait langkah dan rencana kami ke depan,” tulis TikTok Indonesia dalam situs resminya, Selasa (3/10).
Sekretaris Jenderal Akumindo Edy Misero menyampaikan, inti masalah TikTok Shop adalah banyaknya produk-produk impor yang dijual dengan harga yang sangat murah. Ada kemungkinan produk-produk impor tersebut sebenarnya merupakan produk oversupply di negara asalnya.
Kemudian, produk tersebut dijual murah ke berbagai negara, salah satunya Indonesia. Akibatnya, banyak produk lokal buatan UMKM tidak bisa bersaing di pasar.
Baca Juga: Teten Minta TikTok Shop Segera Bereskan Kewajiban ke Seller, Affiliator dan Konsumen
“Kami mempermasalahkan banyaknya produk impor murah di TikTok. Kalau soal teknologinya kami rasa tidak ada masalah, karena digitalisasi adalah sesuatu yang harus diterima seluruh pihak,” ungkap dia, Selasa (4/10).
Akumindo tidak mengetahui persis jumlah UMKM yang tergabung dalam ekosistem TikTok Shop. Yang terang, ketika TikTok Shop resmi ditutup, mau tidak mau para UMKM di sana mesti bermigrasi ke pasar atau marketplace lain yang sesuai dengan regulasi pemerintah. Ini sesuatu yang wajar dalam kegiatan bisnis.
“Jangan hanya karena TikTok Shop tutup, kegiatan bisnis UMKM berhenti. Seharusnya bisa cari pasar baru lainnya,” kata Edy.
Pihak Akumindo jelas berkomitmen untuk melakukan pendampingan dan pelatihan bagi para pelaku UMKM yang hendak go digital, termasuk UMKM yang bermigrasi dari TikTok Shop ke platform e-commerce lainnya. Maklum, biar bagaimanapun proses migrasi ini membutuhkan waktu adaptasi karena tiap platform punya karakteristik yang berbeda.
Edy juga menegaskan, pihaknya terus mendorong para pelaku UMKM untuk melek digital serta tidak berhenti untuk meningkatkan kualitasnya, memperkuat kemampuan produksinya, dan menciptakan produk yang memiliki harga kompetitif di pasar.
Persaingan pasar di tengah berkembangnya ekonomi digital dipastikan akan semakin ketat. Para pelaku UMKM lokal jelas tidak boleh terlena ketika mendapat perlindungan dari serbuan produk impor.
Baca Juga: YDBA Dorong UMKM di Sangatta Jajaki Ekspor ke Korea Selatan
Catatan Akumindo, saat ini terdapat 30% pelaku UMKM yang sudah go digital dari total pelaku UMKM yang ada di Indonesia sekitar 90 juta UMKM. Pemerintah sendiri disebut Akumindo menargetkan jumlah UMKM yang go digital pada 2040 mencapai 30 juta UMKM.
Edy pun menilai, para pelaku UMKM tidak bisa sendirian dalam meningkatkan kapasitasnya di era ekonomi digital. Pemerintah juga harus terus mendukung para UMKM untuk maju dengan pengembangan berbagai infrastruktur, terutama infrastruktur terkait telekomunikasi yang merata di seluruh penjuru Indonesia.
“Masih ada 12.000 desa yang belum punya akses internet, padahal banyak pelaku UMKM datang dari pedesaan,” tandas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News