Reporter: Andy Dwijayanto | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. PT Timah (Persero) Tbk akan menambah enam unit kapal hisap untuk mendukung kegiatan produksi. Dengan asumsi harga kapal baru sekitar Rp 55 miliar per unit, berarti total kebutuhan dana untuk ekspansi tersebut mencapai Rp 330 miliar.
Namun, pembelian kapal baru bukan satu-satunya opsi PT Timah. Perusahaan pelat merah itu juga menimbang dua opsi lain, yaitu membuat kapal atau menjalin kerja sama dengan mitra bisnis.
Target realisasi penambahan keenam kapal pada semester I 2017. "Itu harga kapal barunya, kami belum negosiasi, kalau beli bisa kapal baru atau kapal bekas, bisa buat sendiri juga," ujar Emil Ermindra, Direktur Keuangan PT Timah (Persero) Tbk di Jakarta, Rabu (22/3).
Keenam kapal tadi akan melengkapi 20 kapal hisap yang sudah PT Timah miliki. Asal tahu, kapal hisap memungkinkan proses pengolahan bijih timah menjadi timah berlangsung di atas kapal. Oleh karenanya, PT Timah tak melulu mengandalkan fasilitas pengolahan mineral mentah atawa smelter yang berada di darat.
Maklum, lokasi cadangan mineral timah PT Timah tak cuma di darat. Hingga akhir Desember 2016, mereka memiliki total cadangan timah mencapai 335.909 ton. Sebanyak 264.806 ton atau sekitar 79% di antaranya berada di laut. Lantas, 71.103 ton timah berada di darat.
Total sumber daya timah PT Timah sendiri tercatat 737.546 ton. Komposisinya, 67% berada di laut dan 33% berada di darat.
Biar ekspansi penambahan kapal lancar, PT Timah menyediakan dana belanja modal atawa capital expenditure (capex) sebesar Rp 2,65 triliun. Perusahaan berkode saham TINS di Bursa Efek Indonesia itu akan memenuhi dari kas internal dan pinjaman.
Sumber pinjaman misalnya dari bank atau penerbitan surat utang. "Kalau investasi yang bagus, ya, obligasi, kami berupaya untuk obligasi, (terbitnya) itu nanti, sedang dikaji," jelas Emil.
Selain membeli kapal, PT Timah akan membelanjakan capex dua ekspansi lain. Pertama, mereka ingin meningkatkan kapasitas produksi smelter hingga mencapai 30.000 ton. Pembangunan smelter membutuhkan dana Rp 600 miliar. Pembangunan memakan waktu sekitar 18 bulan.
Kedua, PT Timah akan menyuntikkan dana ke bisnis non timah. Misalnya, alokasi capex sekitar Rp 300 miliar untuk pengembangan bisnis rumah sakit yang mereka jalankan melalui anak usaha.
Selain dua ekspansi tadi, terbersit dalam benak PT Timah untuk mengembangkan torium, mineral ikutan dari produksi timah. Setiap 1 ton torium bisa menghasilkan daya 500 megawatt (MW) sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Dus, potensi bisnis torium menjanjikan.
Namun, saat ini belum jelas target realisasi bisnis torium. Selain teknologi, regulasi pengembangan bisnis tersebut juga masih jauh panggang dari api. "Tahun 2021 itu paling baru desain saja, (pengembangan torium) itu dari internal dananya, karena teknologinya kami belum tahu," tandas Emil.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News