Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mengeluarkan standar operasional prosedur (SOP) untuk mengatur mekanisme transfer kuota bagi pemenuhan kebutuhan dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) batubara.
SOP dalam bentuk Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) itu mengesahkan transfer kuota yang sebelumnya telah terjadi secara bussiness to bussiness (B to B). Dirjen Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengungkapkan, transfer kuota DMO ini hanya bisa dilakukan antar produsen batubara, yakni bagi produsen yang telah memasok lebih dari kewajiban DMO sebesar 25% atas jumlah produksinya, sehingga kelebihan tersebut bisa ditransfer kepada produsen yang belum memenuhi kuota yang diwajibkan.
“Perdirjen-nya sudah saya tanda tangan. Yang dapat DMO juga produsen, yang beli juga produsen, trader nggak ada,” kata Bambang saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Senin (29/10).
Bambang tidak merinci isi dari Perdirjen tersebut. Ia hanya mengatakan, pemerintah tidak mengatur soal harga, melainkan berdasarkan kesepatakan secara B to B. Bambang pun menyebut tidak ada batasan volume dalam transaksi transfer kuota ini.
Namun, sekalipun mekanisme-nya dilakukan secara B to B, pengesahannya tetap berada di tangan Dirjen Minerba. “Volume tidak dibatasi, yang penting punya kuota, dia mau transfer, silakan. Harga secara B to B, sesuai kewajaran mereka. Saya memberikan surat ACC (pengesahan)-nya” kata Bambang.
Sayang, Bambang tidak menjelaskan lebih detail soal besaran realisasi DMO, volume transfer DMO, serta perusahaan mana saja yang telah melakukan transfer kuota. Bambang hanya bilang, sudah banyak perusahaan yang menjalankan mekanisme tersebut. Jumlahnya lebih dari 25 perusahaan, dengan besaran volume yang bervariasi.
“Enggak hafal angkanya, yang jelas transfer kuota sudah mulai. Sekitar segitu, lebih (dari 25 perusahaan). (Volumenya) ada yang 100 (ton), ada yang 30.000. Macam-macam, punya duitnya segitu ya dijual segitu kan, lumayan lah” jelasnya.
Soal sanksi, Bambang bilang, pihaknya masih akan menjalankan sesuai aturan yang berlaku saat ini. Yakni hanya akan memberikan persetujuan produksi pada tahun 2019 sebesar 4 kali lipat dari total realisasi pemenuhan DMO tahun ini.
Di sisi lain, Ketua Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI) Pandu P. Sjahrir menilai sanksi tersebut dinilai memberatkan pengusaha. Pasalnya, tak sedikit pengusaha yang merasa kesulitan dalam memenuhi kewajiban DMO dengan berbagai macam faktor.
Seperti spesifikasi kalori batubara yang tidak sesuai dengan kebutuhan industri dalam negeri, terutama untuk PLN, serta harga transfer kuota secara B to B yang bisa terlalu tinggi, mengingat kuota yang terbatas dan waktu yang semakin sempit mendekati akhir tahun.
Dus, kata Pandu, pihaknya mengusulkan supaya para produsen yang tidak bisa memenuhi kewajiban DMO untuk menggantinya dengan iuran langsung sebagaimana penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Skemanya bisa diambil dari besaran kewajiban (per ton) yang belum terpenuhi, dikalikan dengan harga tertentu.
Menurut Pandu, skema itu tak kalah positifnya karena langsung diberikan ke negara, serta bisa lebih transparan. “Menurut saya itu lebih fair. Kalau kuota bisa tidak transparan, Kalau bentuknya bisa seeprti PNBP berupa berapa dollar per ton itu positif buat negara dan jauh lebih transparan,” ungkapnya.
Namun, saat dikonfirmasi, Bambang masih enggan untuk menerapkan usalan tersebut dengan alasan tidak memiliki dasar aturan. “Aturannya nggak ada. Aturannya tetap RKAB 4 kali (realisasi DMO) sesuai aturan,” tegasnya.
Realisasi
Adapun, realisasi kewajiban DMO per September 2018 masih sebesar 74,86 juta ton, atau setara dengan 61,87% dari target sampai akhir tahun sebesar 121 juta ton. Sedangkan produksi batubara pada periode sama ada sebesar 319,08 juta ton, atau 62,95% dari target produksi tahun ini sebanyak 506,9 juta ton.
Namun setelah dilakukan rekonsiliasi data, menurut informasi yang diterima Kontan.co.id, hingga September 2018, realisasi DMO sebesar 84 juta ton. Dengan serapan 66,9 juta ton untuk PLN, dan sisanya diserap oleh industri lain, seperti industri pupuk, semen, kertas, dan briket.
Sedangkan untuk realiasi produksi, dalam periode sama, sebanyak 344 juta ton. Adapun, perusahaan yang telah melebehi kewajiban DMO, antara lain Kideco yang sudah sampai 25% pada bulan Juni 2018, dan juga PT Bukit Asam Tbk yang sudah lebih dari 43% realisasi DMO terhadap produksi.
Head of Corporate Communication PT Adaro Energy Tbk Febrianti Nadira mengatakan, saat ini batubara Adaro baik jenis maupun jumlahnya sudah sesuai dengan ketentuan DMO. Namun, Nadira masih belum menyebutkan apakah setoran DMO itu sudah melebihi kewajiban dan akan dilakukan transfer kuota atau tidak. “Saat ini, kami belum melakukan transfer kuota,” ujarnya.
Sementara Direktur Keuangan ABM Investama, Adrian Erlangga menuturkan, pihaknya merasa kesulitan memenuhi kewajiban DMO, mengingat spesifikasi kalori yang tidak sesuai. Saat ini, ABM Investama tengah melakukan diskusi dengan Kementerian ESDM , sembari melakukan perhitungan keekonomian untuk menggunakan skema transfer kuota.
“Produksi kami yang kalori-nya 3.400 GAR dimana tidak ada kebutuhan domestik, maka kami kesulitan. Transfer kuota akan kami lakukan kalau biaya nya terjangkau mengingat margin kalori rendah itu saat ini di low single digit,” jelasnya.
Menurut Pandu, realisasi DMO sampai akhir tahun diprediksikan tidak akan mencapai 25% dari total produksi. Melainkan, hanya sekitar 20%, dengan pertimbangan penyesuaian terhadap kebutuhan batubara domestik, khususnya untuk PLN. “Realisasi DMO mendekati 100 juta ton, atau 20%. Jadi susah memenuhi target 25%, itu karena kebutuhan PLN segitu,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News