Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. BPJS Ketenagakerjaan melaporkan tren Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di industri tekstil hingga garmen berdampak pada merosotnya jumlah kepesertaan Jaminan Hari Tua (JHT).
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo mengatakan sepanjang Januari 2023 sampai dengan Mei 2023 kepesertaan JHT di industri garmen dan pakaian turun sebanyak 4,27% atau 24 ribu orang sudah lagi tidak menjadi peserta di industri ini.
"Saat ini posisi terakhir peserta JHT di industri garmen dan pakaian jadi tersisa 549 ribu peserta," jelas Anggoro dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Selasa (2/7).
Penurunan juga terjadi di industri tekstil. Sejak Januari 2023 sampai dengan Mei 2024 kepesertaan JHT turun 6% atau kehilangan 21 ribu orang yang tidak lagi menjadi peserta aktif di industri tersebut.
Sementara di sektor alas kaki dan kulit, sempat ada penurunan kesertaan pada periode Januari sampai dengan Desember 2023 yaitu sebesar 6%.
Baca Juga: Tantangan Industri Manufaktur Indonesia di Tengah Penurunan Kinerja
Hanya saja kondisi di sektor ini kembali membaik dan pada awal tahun hingga Mei 2024 jumlah kepesertaan kembali naik sebanyak 3%.
Anggoro mengaku telah melakukan pendalaman terkait dengan tren peningkatan PHK dan penurunan jumlah JHT.
Pihaknya mendapatkan laporan dari Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) membenarkan adanya penurunan kinerja di sektor padat karya.
Setidaknya ada 31 perusahaan tektil yang terlapor tutup dan 21 perusahaan melakukan PHK sebagian.
Komunikasi aktif juga terus dibangun dengan Kemneterian Ketenagakerjaan dan Kementerian Perindustrian untuk sosialiasi manfaat JHT. Sehingga peserta dapat melakukan klaim saat terdampak PHK.
"Begitu juga dengan kemudahan dan kepastian terkait klaimnya," ungkap Anggoro.
Sebelumnya, Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta mengatakan utilisasi produksi industri tekstil nasional rata-rata di bawah 50%.
Hal ini sejalan dengan meningkatnya jumlah pemutusan hubungan kerja dan penutupan pabrik di Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Menurut Redma, penyebab utama dari kondisi ini adalah banjirnya impor produk tekstil murah. Padahal, daya beli konsumen sebenarnya masih cukup baik, didukung oleh pertumbuhan ekonomi sebesar 5% yang didorong oleh konsumsi.
"Situasi ini memaksa perusahaan menjual produk di bawah Harga Pokok Produksi (HPP) selama dua tahun terakhir hingga arus kas mereka terus tergerus dan akhirnya bangkrut," ujar Redma kepada Kontan.co.id, Jumat (28/6).
Baca Juga: Banjir Impor Produk Tekstil Murah Ganjal Industri TPT Dalam Negeri
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News