kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Uni Eropa kembali bahas pembatasan CPO


Minggu, 07 Agustus 2016 / 19:18 WIB
Uni Eropa kembali bahas pembatasan CPO


Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Akhir pekan lalu, Majelis Tinggi Parlemen Perancis telah membatalkan Amandemen Nomor 367 tentang penetapan pajak impor miyak kepala sawit mentah (CPO) progresif mulai € 30 euro per ton.

Fadhil Hasan Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyambut baik pembatalan amandemen tersebut, sehingga tidak akan muncul hambatan untuk ekspor CPO ke negara Uni Eropa. Lainnya, negara Uni Eropa lainnya juga tidak akan memunculkan wacana pengenaan pajak impor CPO karena saat ini Parlemen Perancis sudah membatalkannya.

Meski begitu, pemerintah dan para pengekpor CPO belum bisa tersenyum lebar. Pasalnya, mereka masih harus berurusan dengan banyaknya sentimen negatif yang berkembang.

"Masih akan ada kampanye negatif akan tetap berjalan," katanya pada KONTAN, Minggu (7/8).

Sebelumnya, di beberapa negara Uni Eropa gencar kampanye hitam terkait produk minyak kelapa sawit Indonesia, misalnya tudingan pengelolahan minyak kelapa sawit dalam negeri tidak ramah lingkungan.

Selain itu, Fadhil mengatakan, pencabutan amandemen hanya berusia enam bulan. Setelah itu, negara Uni Eropa bisa kembali mengesahkan amandemen tersebut lagi.

Menurut Fadil, saat ini Pemerintah Perancis sedang membahas penerapan pajak untuk CPO yang tidak sustainable. Sampai saat ini Pemerintah Perancis masih terus membahas terkait bentuk CPO tidak berkelanjutan tersebut.

Awalnya, Parlemen Perancis yang mengusulkan dikenakannya pajak impor tambahan untuk setiap ton CPO yang masuk ke negara tersebut. Tujuannya, untuk mengurangi dampak kerusakan lingkungan di sekitar perkebunan sawit yang kemudian ditentang oleh Indonesia dan Malaysia.


 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×