kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Unilever genjot penjualan di jalur e-commerce


Kamis, 25 Mei 2017 / 21:58 WIB
Unilever genjot penjualan di jalur e-commerce


Reporter: Marantina | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Tidak berlebihan jika Indonesia disebut sebagai pasar terbesar e-commerce di Asia Tenggara. Dengan populasi penduduk terpadat di kawasan, pasar e-commerce di negeri ini berpeluang untuk terus tumbuh.

Setidaknya, hal ini bisa dilihat dari masifnya penetrasi pelaku bisnis yang memanfaatkan platform e-commerce sebagai media pemasarannya.

Contoh terbaru adalah langkah PT Unilever Indonesia Tbk yang mencoba peruntungan bisnisnya melalui e-commerce. Pertengahan Mei 2017 ini, produsen produk consumer goods ini menggandeng marketplace BliBli sebagai saluran pemasaran produk fast-moving consumer goods (FMCG).  

Langkah menggandeng Blibli bukan kali pertama bagi Unilever menjejakkan kaki di e-commerce. Pada Februari 2017, emiten berkode saham UNVR ini sudah memulai peruntungan di pasar online dengan membuka akun bernama Unilever Official Shop di Tokopedia. Akun ini dikelola aCommerce Indonesia selaku distributor resmi.

Sebelumnya, pada pengujung 2015, Blibli juga sudah memasarkan produk es krim Wall’s milik Unilever. Melihat kesuksesan kerjasama itu, Unilever kembali tertarik menjalin kemitraan. “Dari situ, kami melihat hasil penjualan sangat baik,” kata Hira Triadi, Head of Commerce Unilever Indonesia kepada KONTAN, pekan lalu.

Menurut Hira, meski sudah menjajal pasar Indonesia selama 84 tahun, pihaknya selalu mengikuti perkembangan jaman. Bila dulu mengandalkan toko offline untuk berjualan, belakangan ini Unilever melihat potensi kanal e-commerce sebagai jalur pemasaran.

“Sejak 2015, kami sudah menjual produk di beberapa e-commerce seperti Lazada, Alfacart, dan Tokopedia,” imbuh dia.

Hira menjelaskan, ada beberapa pertimbangan bagi Unilever dalam menjalin kerjasama dengan e-commerce. Pertama, kredibilitas e-commerce di mata masyarakat. Kedua, profil pengunjung di BliBli harus profil konsumen Unilever.

“Tentunya jumlah kunjungan ke situs e-commerce jadi hal yang dipertimbangkan,” tambah dia.

Adapun, bentuk kerja samanya Unilever memasang toko di situs BliBli yang dinamakan anchor store. Konsumen tinggal mengklik logo Unilever di laman depan Blibli.com. Dari toko daring itu, pengunjung bisa memilih produk Unilever bak memilih produk di rak swalayan. 

Produknya beragam. Tapi, kebanyakan merupakan kebutuhan sehari-hari, antara lain sabun, sampo, pembersih muka, dan pasta gigi.

Dus, pembeli tak perlu lagi ke toko offline untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Blibli menjamin jangkauan pasar yang luas, bahkan memberi layanan gratis ongkos kirim dan fasilitas cicilan. 

Hira menampik langkah Unilever ini lantaran penjualannya menurun di toko offline. Justru, kata Hira, volume transaksi e-commerce masih relatif kecil. Cuma, ada potensi pertumbuhan penjualan FCMG lewat e-commerce.

“Secara year on year, pertumbuhannya potensial. Kami akan terus perluas saluran penjualan agar masyarakat bisa membeli produk kami di mana saja,” ujarnya. 

Pertumbuhan FCMG

Keyakinan Hira merujuk survei yang dilakukan comScore pada 2016 yang menyatakan bahwa 51% responden mengaku berbelanja secara online. Persentase ini semakin meningkat, yakni 47% pada 2014 dan 48% pada 2015. Survei lain yang dilakukan Kantar Worldpanel Asia juga menunjukkan potensi penjualan e-commerce. Pada kuartal III 2016, pertumbuhan consumer goods mencapai 4,8%. Namun, kontribusi penjualan FCMG masih mini, sekitar 1%. 

Meski masih terbilang cupet, pada Juni 2016, penjualan produk FCMG di kanal e-commerce sudah naik sekitar 15% dari tahun ke tahun. Kontribusi paling besar masih dipegang pasar tradisional sebesar 80%. Sisanya, penjualan ritel. Survei itu menunjukkan potensi pertumbuhan penjualan FCMG lewat kanal online sangat besar.

Jadi, Hira menilai, pemasaran produk lewat kanal daring cukup efektif. Dari sisi pembeli, pengalaman berbelanja memiliki perbedaan. Pembeli produk bakal terkoneksi dengan dunia digital, bukan cuma untuk mencari informasi, tapi juga memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Lantas, seperti apa sistem bagi hasil Unilever dengan BliBli. Sayang, Hira emoh buka suara. Ia hanya menyebutkan keuntungannya tak jauh berbeda dibandingkan berjualan melalui saluran lain. Yang pasti, margin Unilever kian menebal karena tidak perlu berbagi pendapatan dengan pihak distributor. 

Di lain pihak, bagi Blibli, kerjasama ini akan meningkatkan jumlah pengunjung. Saat ini, BliBli memiliki lebih dari lima juta pengunjung terdaftar. Sebagian adalah repeat customer alias pembeli yang berkali-kali melakukan transaksi online. 

Saban bulan, pertumbuhan penjualan produk Unilever di Blibli pun mendaki. “Per bulan penjualan produk Unilever di Blibli rata-rata tumbuh 25% atau naik 30 kali lipat pada 2016 dibandingkan tahun 2015,” ungkap Lay Ridwan Gautama, Head of Trade Partnership Blibli.

Lani Rahayu, Senior Marketing Communication Manager Blibli mengatakan, selain Unilever, pihaknya juga menggandeng Wings Group, Orangtua Group, dan PT Mayora Indah Tbk.

“Kerjasama ini meningkatkan pemasaran produk kebutuhan sehari-hari di situs Blibli. Lebih luas, kami bisa menjalin kerjasama untuk program marketing dan CSR,” ujar Lani.    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×