Reporter: Eldo Christoffel Rafael | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Industri keramik nasional yang pernah berjaya terus tergerus. Total kapasitas terpasang keramik nasional mencapai 570 m2 - 580 juta m2 per tahun. Akan tetapi utilisasi produksi pada 2016 baru mencapai 65% dari itu.
Ketua Umum Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (ASAKI), Elisa Sinaga menyatakan, penyebab utilisasi rendah tersebut karena permintaan dari sektor properti menurun. Selain itu mulai banyak pabrik kecil yang menutup produksinya dan beralih menjadi importir. "Saat ini jumlah impor kita terus naik. Di 2016 impor naik 26% dibanding 2015," kata Elisa, Rabu (8/3).
Tahun ini, ASAKI menargetkan utilisasi bisa pulih ke 75% sampai 80%. Sedangkan untuk penjualan ditargetkan tumbuh 10%-15%.
Oleh karena itu demi bisa tetap bertahan pihaknya terus mengupayakan bersama Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian agar bisa mengurangi impor tersebut. Apalagi produksi China sebanyak 7,5 miliar m2 bisa terserap separuhnya. “Sisanya meluber ke seluruh negara termasuk Indonesia. Apalagi dari segi harga jual mereka lebih murah,” kata Elisa.
Menurut Elisa posisi Indonesia di dunia turun peringkat dari segi kapasitas produksi. Tahun lalu dari posisi empat melorot ke posisi tujuh dunia. “Saat ini posisi Indonesia melorot karena negara Vietnam dan India terus gencar ekspansi,” kata Elisa.
Agar bisa bersaing, Elisa merasa diperlukan inovasi produk yang tidak dapat ditiru oleh negara lain. Selain itu harga gas industri untuk keramik pun diharapkan juga bisa turun tahun ini.
Sebagai perbandingan, di Jawa Barat harga gas industri sebesar US$ 9,17 per mmbtu dan di Jawa Timur sebesar US$ 8,06 per mmbtu. Untuk Sumatera Utara sebesar US$ 9,95 per mmbtu. Sedangkan di negara Thailand sudah sebesar US$ 7,8 per mmbtu.
“Kami tentu harap harga gas bisa turun. karena ongkos produksi jadi membengkak nantinya yang berefek ke harga jual yang tidak kompetitif lagi,” kata Elisa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News