kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Beban membengkak, laba Krakatau Steel jeblok


Selasa, 04 September 2012 / 08:35 WIB
Beban membengkak, laba Krakatau Steel jeblok
ILUSTRASI. Roti Gulung Sayur


Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Peningkatan pendapatan tak selalu mampu mendongkrak keuntungan perusahaan. Itulah yang terjadi pada kinerja PT Krakatau Steel Tbk di semester I tahun ini. Meski pendapatan produsen baja pelat merah ini tumbuh 31%, namun laba bersihnya justru jeblok 92%.

Laporan keuangan Krakatau Steel menunjukkan, sepanjang enam bulan pertama di 2012, perusahaan hanya mengantongi laba bersih sebesar Rp 105,84 miliar. Angka tersebut jauh di bawah pencapaian periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp 1,36 triliun.

Direktur Utama Krakatau Steel Irvan Kamal Hakim menyatakan, salah satu pemicu terjun bebasnya laba perusahaan karena beban pokok pendapatan membengkak 35,3% di periode tersebut.

Selama enam bulan pertama tahun lalu, beban pokok pendapatan hanya tercatat Rp 7,5 triliun. Nah, pada semester I 2012, beban pokok itu melonjak menjadi Rp 10,16 triliun.

Perusahaan harus merogoh kocek lebih besar untuk beban pokok lantaran harga bahan baku naik pada periode tersebut. Harga iron ore pillet naik sekitar 11,3% menjadi US$ 240,1 per ton. Ditambah lagi, terjadi penurunan produksi sponge iron dan slab steel masing-masing sebesar 87,8% dan 49,5%. Penurunan produksi karena pelaksanaan revitalisasi mesin.

Meski harga bahan baku naik, di saat bersamaan di semester I lalu, harga jual produk baja justru menunjukkan tren turun. Misalnya, harga hot rolled coil (HRC) turun lebih dari 8% menjadi Rp 7,1 juta per ton. Begitu pula dengan harga cold rolled coil (CRC) melorot 6,8% jadi Rp 8,2 juta per ton. "Harga baja di dalam negeri mengikuti harga global yang terpengaruh penurunan harga komoditas," papar Irvan, Senin (3/9).

Tak hanya soal beban produksi, Krakatau Steel juga merugi akibat selisih kurs, yaitu sebesar Rp 15,09 miliar. Padahal, pada periode yang sama tahun lalu, perusahaan berhasil meraup laba dari selisih kurs Rp 50,09 miliar.

Sejatinyanya, kata Irvan, performa pendapatan perusahaan di paruh pertama tahun ini terbilang bagus. Pendapatan bersih berhasil tumbuh sebesar 31,07% menjadi Rp 11,02 triliun hingga akhir Juni 2012. "Tapi, kenaikan pendapatan belum mampu mengerek laba, karena faktor pendapatan dan flukuasi nilai tukar rupiah lebih dominan," ujarnya.

Meski kinerja semester I tak menggembirakan, namun Irvan optimistis, pada paruh kedua tahun ini masih akan terjadi peningkatan permintaan sebesar 10% dibanding sebelumnya.

Dia yakin, secara historis proyek konstruksi pemerintah mulai marak sejak pertengahan tahun. Apalagi berdasarkan tren selama 12 tahun terakhir, permintaan baja selalu meningkat usai hari raya Lebaran. "Industri baja hilir biasanya mengurangi permintaan saat jelang dan selama puasa. Permintaan kembali meningkat sekitar 6- 8 minggu usai hari raya," imbuh Irvan.

Irvan yakin, pertumbuhan permintaan selama semester II bakal bisa mendongkrak pendapatan Krakatau Steel. Meski begitu, dia belum berani memproyeksi pengaruhnya terhadap pencapaian laba. Alasannya, laba dipengaruhi tren harga baja dunia. Yang jelas, bila harga baja terus melorot tidak mustahil pencapaian akan sama seperti periode sebelumnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×