Reporter: Nurfahmi Budi Prasetyo | Editor: Edy Can
JAKARTA. Untuk menggenjot produksi vaksin, tahun ini PT Bio Farma (Persero) menganggarkan belanja modal atau capital expenditure (capex) sebesar Rp 350 miliar hingga Rp 400 miliar.
Nurlaela, Manajer Humas Bio Farma mengatakan, anggaran belanja modal tahun ini akan disesuaikan dengan kas internal. "Capex disesuaikan dengan kas operasional yang didapat perseroan," ujar Nurlaela kepada KONTAN, Senin (16/1).
Sebagian dari capex akan digunakan membangun pabrik vaksin baru bekerjasama dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII. Pabrik senilai Rp 600 miliar ini akan dibangun di atas lahan seluas 200 hektare (ha) di lahan milik PTPN VIII, yakni di Ciwalini, Kabupaten Bandung Barat.
Bio Farma akan membangun pabrik tersebut tahun ini dan diharapkan akan selesai pada tahun 2017 nanti. "Sebagian besar dana dialokasikan untuk membeli lahan dan menata lokasi," lanjut Nurlaela. Saat ini Bio Farma masih meriset vaksin baru yang akan diproduksi di pabrik baru tersebut.
Selanjutnya, Bio Farma juga akan menggunakan capex untuk meremajakan mesin dan meningkatkan kapasitas produksi. Nurlaela memandang, pasar vaksin di Indonesia yang berpenduduk 240 juta jiwa masih prospektif.
Di samping Indonesia, pemain besar vaksin di Asia masih dikuasai oleh India. Sebab, baru kedua negara inilah yang mengantongi sertifikasi vaksin dari World Health Organization (WHO).
Nah, agar dapat mempertahankan posisi sebagai pemimpin pasar vaksin, Bio Farma perlu meningkatkan kapasitas produksinya. Sayang, kapasitas produksi pabrik yang ada saat ini di Bandung tidak memungkinkan untuk ditambah. Karena itu, Bio Farma menempuh jalur membangun pabrik baru.
Saat ini Bio Farma hanya memiliki satu pabrik yang berlokasi di Bandung dengan produksi sekitar 1,7 miliar dosis per tahun. Kapasitas produksi ini menjadikan Bio Farma menguasai pangsa pasar 0,06% dari 225 produsen vaksin di dunia. "Kami juga pemain utama vaksin campak dan polio," lanjut Nurlaela.
Pabrik seluas 9 ha ini merupakan pabrik vaksin terbesar di Asia Tenggara. Di samping pabrik tersebut, Bio Farma juga memiliki pabrik penunjang untuk penelitian hewan besar seperti kuda, yang berlokasi di Cisarua, Bogor.
Tolak Brunei
Tahun lalu, pendapatan Bio Farma mencapai Rp 1,3 triliun dengan laba bersih sebesar Rp 304 miliar. Dari jumlah tersebut, vaksin polio berkontribusi 50%. "Sebanyak 70% dari produk Bio Farma diekspor ke 117 negara," papar Nurlaela.
Tahun ini, Bio Farma menargetkan produksi vaksin bisa mencapai 1,8 miliar-2 miliar dosis, atau meningkat 5,8%-17,6%. Dengan begitu, pendapatan diharapkan mencapai Rp 1,5 triliun, atau naik 15,3%, dengan laba bersih Rp 366 miliar atau naik 20,3%.
Dalam kesempatan yang sama, Nurlaela juga memastikan bahwa perusahaan tidak berminat atas tawaran Kesultanan Brunei Darussalam yang mau membeli Bio Farma. "Banyak asing yang menawarkan kerjasama tapi penawaran itu tidak kami tindak lanjuti, Bio Farma tetap milik Indonesia," ujar Nurlaela.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News