kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,20   -16,32   -1.74%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Di mana keberadaan beleid LCGC saat ini?


Kamis, 11 April 2013 / 08:46 WIB
Di mana keberadaan beleid LCGC saat ini?
ILUSTRASI. Pegawai menunjukkan mata uang rupiah dan dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang di Jakarta, Jumat (5/11/2021). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/YU


Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Rumusan soal mobil murah atau low cost green car (LCGC) hingga kini belum juga dirilis. Aturan yang digembar-gemborkan keluar pada akhir tahun 2012 tersebut bahkan tidak diketahui di mana keberadaannya sekarang. Hingga berita ini diturunkan, aturan yang konon mengatur soal bea masuk komponen mobil itu tak jua ditandatangani Presiden.

"Belum ada kabar. Kami tidak tahu di mana aturan itu sekarang," kata Amelia Tjandra, Direktur Pemasaran Daihatsu kepada Kontan di Jakarta, Rabu (10/4).

Daihatsu jelas menunggu-nunggu keluarnya aturan tersebut lantaran dirinya sedari awal sudah pasang badan dengan mobil LCGC miliknya yakni Daihatsu Ayla. Akibat ketidakjelasan LCGC, mobil yang sudah diperkenalkan dan digembar-gemborkan kepada konsumen sejak perkenalan pertama di ajang Indonesia International Motor Show (IIMS) September 2012 lalu itu tidak diproduksi. Padahal, pihak konsumen yang memesan alias inden sudah bejibun.

Malu dengan konsumen

Tak hanya Daihatsu yang kelimpungan. Produsen mobil dengan penjualan terbesar di Indonesia, Toyota, pun bingung. Pihak Toyota juga ikut mempertanyakan mengapa aturan tersebut belum juga keluar hingga saat ini.

"Tidak jelas aturan itu sudah sampai mana. Bagian manufaktur kami belum dapat progres dari beleid tersebut. Tapi kami tidak punya pilihan selain menunggu," tukas Joko Trisanyoto, Direktur Pemasaran Toyota.

Kepastian akan keberadaan draft aturan tersebut jelas penting bagi pelaku industri otomotif. Bukan apa-apa, produsen harus menanggung malu kepada konsumen lantaran mobil murah milik mereka belum juga bisa diproduksi padahal Surat Pemesanan Kendaraan (SPK) sudah mereka dapatkan.

Ambil contoh, Toyota Agya. Konsumen sudah terlanjur jatuh hati dengan mobil Toyota Agya yang dipersiapkan Toyota untuk segmen mobil LCGC. Mobil ini sudah diperkenalkan sejak September 2012 lalu, dan kini sudah banyak yang memesannya melalui pre-order.

"Per Januari lalu, kami sudah tidak ambil SPK (Surat Pemesanan Kendaraan) lagi. Malu sama konsumen," tandas Jodjana Jody, CEO PT Astra International Toyota Sales Operation (Auto 2000) beberapa waktu lalu.

Tak tanggung-tanggung, konsumen yang sudah melakukan pre-order Toyota Agya berjumlah 15.000 unit. Meskipun Auto 2000 sudah tidak membuka pre-order sejak Januari lalu, namun kata Jodjana, masih saja ada konsumen yang memaksa ingin melakukan pre-order. "Mereka berharap bisa beli Agya dengan alasan harganya yang murah," tegas Jodjana.

Tidak tahu ada di mana

Aturan yang nantinya akan berbentuk Peraturan Presiden (Perpres) yang berisikan tentang kebijakan insentif berupa penghapusan Pajak Penambahan nilai Barang Mewah (PPnBM) ini memang misteri. MS Hidayat, Menteri Perindustrian menyatakan bahwa rumusan tentang regulasi LCGC tinggal menunggu tanda tangan presiden. Setelah disetujui DPR, rumusan tersebut dibawa ke Kementerian Keuangan. Draft tersebut, dijelaskan Hidayat, berdasarkan keterangan dari Kementerian Keuangan sudah dikirim ke Sekretariat Negara.

Anehnya, ketika ditanyakan ke Sudi Silalahi selaku Menteri Sekretaris Negara, draft tersebut belum diterima olehnya.

"Ke Menteri Perindustrian saja tanya (draft LCGC), belum sampai ke Sekretariat Negara, atau saya cek nanti," pungkas Sudi seusai rapat dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan KEN (Komite Ekonomi Nasional) di Kantor Presiden, Rabu (13/3).

Ketika Kontan mencoba mendapatkan titik terang dari keberadaan aturan ini kepada Dipo Alam selaku Sekretaris Kabinet, Dipo menyatakan bahwa dirinya sendiri belum menerima aturan tersebut. "Nanti saya cek," tuturnya.

Perkembangan selanjutnya ditemukan bahwa penyebab beleid low emition carbon (LEC) yang menaungi program mobil murah ramah lingkungan atau low cost green car (LCGC) tak kunjung keluar dikarenakan kesalahan dari sisi redaksionalĀ  draft yang diajukan ke Presiden. Oleh sebab itu, MS Hidayat mengakui, Sekretariat Negara (Setneg) harus merevisi ulang rancangan tersebut yang tentunya membutuhkan waktu lebih lama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×