kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45929,87   8,42   0.91%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

GP Farmasi: Industri perlu gandeng investor luar negeri untuk kembangkan bahan baku


Selasa, 20 Maret 2018 / 14:05 WIB
GP Farmasi: Industri perlu gandeng investor luar negeri untuk kembangkan bahan baku
ILUSTRASI. Pameran Farmasi dan Pangan


Reporter: Agung Hidayat | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kepercayaan dunia luar terhadap pasar farmasi di Indonesia mulai tumbuh, Karena itu, industri farmasi di dalam negeri memiliki peluang untuk mengembangkan produksi bahan baku farmasi.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha (GP) Farmasi Kendrariadi Suhanda mengatakan, saat ini terbuka peluang bagi industri farmasi dalam negeri untuk mengembangkan produksi bahan baku lebih lanjut. "Kami ajak industri farmasi luar negeri untuk melihat bahwa pangsa pasar kita ini baik," ujar Kendra saat Konferensi Pers pra pameran farmasi berlangsung, Selasa (20/3). 

Sebenarnya di tahun-tahun sebelumnya Indonesia sudah memulai membuat bahan baku, namun persaingan tak mampu terelakkan.

Terkait harga produk bahan baku farmasi yang pernah diproduksi di Indonesia dinilai belum kompetitif. "Disini perkembangan industri tidak secepatnya China. Misalnya di China itu mau bikin bahan baku disana, pemerintah beri support luar biasa," kata Kendra.

Support tersebut dapat berupa keringanan pembiayaan, fasilitas mengikuti pameran atau insentif. Untuk bersaing dengan produk bahan baku farmasi dari luar negeri, Kendra mengakui bahwa Indonesia sudah tertinggal jauh.

Sementara itu, pemerintah berharap agar produsen farmasi dalam negeri bisa memulai mengembangkan produksi bahan baku secara mandiri. 

Mengenai hal ini, kata Kendra, industri dalam negeri akan lebih baik menggandeng perusahaan luar untuk berproduksi di Indonesia. "Kalau tidak bisa jadi lawan, kita jadikan kawan. Bagaimana caranya bisa ditarik industri luar itu untuk kerjasama dengan industri dalam negeri," urainya. 

Selain itu, cara ini jadi peluang bagi industri dalam negeri agar bahan baku tersebut tidak hanya dijual di domestik namun juga ekspor, hal ini dinilai lebih efisien. 

Sementara itu, Teddy Iman Soewahjo, Ketua Harian Pharma Materials Management Club (PMMC) menambahkan, beberapa industri farmasi yang memproduksi bahan baku untuk produk semacam amoxicillin dan paracetamol sempat beroperasi. "Namun harga tidak bersaing, produksi juga gambarannya kecil hanya 100-200 ton. Kalah besar dibandingkan China yang ribuan ton," ungkapnya di Konferensi Pers yang sama.

Masalah utama selain di produksi ialah persoalan pasokan bahan baku dari hulu farmasi. Dimana produsen bahan baku di Indonesia tersebut mengolahnya dari bahan intermediate menjadi finishing product, bukan dari produk mentah di sektor hulunya.

"Ini beda dengan India misalnya yang langsung bikin dari dari hulunya," tutur Teddy. 

Yang terpenting saat ini, kata Teddy, Indonesia harus mampu buat produk dari hulunya dengan investasi yang signifikan.

Sekadar informasi, saat ini hampir 95% keperluan bahan baku produk farmasi seperti obat-obatan masih bergantung pada impor. Asal impor beragam mulai dari India, China hingga Eropa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet

[X]
×