Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gabungan Pengusaha Farmasi Indonesia (GPFI) mendukung keputusan pemerintah untuk mengalihkan kewenangan rekomendasi garam dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) ke Kementerian Perindustrian (Kemperin) yang ditetapkan lewat Peraturan Pemerintah No 9 tahun 2018.
“Kami mendukung kebijakan ini. Karena komunikasi ke Kementerian Perindustrian juga akan lebih cepat dan mudah,” ujar Darodjatun Sanusi, Direktur Eksekutif GPFI kepada Kontan.co.id, Senin (19/3).
Menurut Darodjatun, saat ini industri farmasi memang sedang berkomunikasi dengan Kementerian Perdagangan terkait izin impor garam farmasi. Apalagi, menurutnya garam farmasi ini sangat diperlukan karena berhubungan dengan jaminan kesehatan nasional.
Darodjatun membeberkan beberapa perusahaan farmasi di bawah GPFI sempat kekurangan stok, karena itu dia berharap industri farmasi segera memanfaatkan fasilitas yang sudah disediakan oleh pemerintah.
Kebutuhan garam farmasi setiap tahunnya tergolong kecil dibandingkan garam industri lain. Darodjatun bilang, kebutuhan garam untuk farmasi sekitar 4.500 ton per tahun.
Namun, garam untuk farmasi ini tidak boleh memiliki kandungan logam, bahkan kadar NaCLnya murni atau mencapai 99,8%. Kebutuhan garam jenis ini, menurut Darodjatun belum bisa dipenuhi lokal.
Makanya, kendati jumlahnya lebih sedikit, namun bila garam farmasi tidak tersedia maka akan bisa berdampak buruk terutama bagi kesehatan nasional.
Apalagi, garam industri juga banyak digunakan untuk bahan baku infus. “Saya rasa kuota yang diberikan sesuai kebutuhan atau sekitar 4.500 ton. Saya yakin itu cukup untuk saat ini. Namun, kami meminta ada garam farmasi sekitar 5.500 ton supaya bisa digunakan sebagai buffer stock,” kata Darodjatun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News