kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harapan Kelewat Tinggi, Kayu Tak Laku


Selasa, 23 Maret 2010 / 10:48 WIB
Harapan Kelewat Tinggi, Kayu Tak Laku


Sumber: Kontan | Editor: Test Test

JAKARTA. Pekan lalu, Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perum Perhutani) gagal menjual kayu jatinya melalui lelang online lewat iPasar. Pasalnya, kayu-kayu milik Perum Perhutani tidak mengantongi sertifikat internasional dari Dewan Kelestarian Hutan atau Forest Stewardship Council (FSC). Sertifikat tersebut menandakan bahwa cara menghasilkan kayu tersebut tidak menyebabkan kerusakan hutan.

Alhasil, perusahaan-perusahaan mebel yang memiliki orientasi ekspor tidak membeli kayu Perum Perhutani tersebut. "Sejumlah perusahaan memilih mengimpor kayu jati dari Costarica, Burma, Thailand, yang harganya tiga kalilipat dari harga kayu jati milik perhutani namun kualitasnya jauh di bawahnya," kata Direktur Perdagangan iPasar FX Judamanto, Senin kemarin (22/3).

Menurut catatan Judamanto, setidaknya tiga perusahaan melakukan impor kayu jati dari negara-negara tersebut dengan volume impor masing-masing perusahaan mencapai 1.000 meter kubik. Dengan hitungan harga jual kayu jati Perhutani Rp 3,8 juta per m3, larinya konsumen kayu jati ke negara tetangga, mengakibatkan Perhutani gagal mendapatkan penjualan Rp 11 miliar dari mereka.

Kepala Bagian Pemasaran Kayu Bundar Perum Perhutani Sudaryana mengakui, kayu-kayu milik Perhutani belum memiliki sertifikat internasional dari FSC. "Itu sedang kita proses saat ini, sudah pada tahap assesment, targetnya tahun ini selesai dan kita bisa mendapatkan sertifikatnya," tandas Sudaryana.

Selain tidak adanya sertifikat, kayu jati milik Perhutani tak langsung ludes di pasar lelang karena harga harapan Perhutani terlalu tinggi dibandingkan harga penawaran pembeli. Semula, harga harapan Perhutani 5% lebih tinggi dari harga dasar, namun Perhutani mengereknya menjadi 7,5%. Akibatnya, pasar justru enggan menyerapnya.

Hitungannya, harga dasar yang ditawarkan Perhutani sekitar Rp 3,7 juta per meter kubik, berarti dengan kenaikan 5% dari harga dasarnya, harga harapannya menjadi berada di kisaran Rp 3,88 juta per m3. "Tetapi pekan lalu Perhutani mengetes pasar, persentase harga harapannya dinaikkan menjadi 7,5% yaitu menjadi Rp 3,97 juta per m3," tuturnya.

Asal tahu saja, sejak lelang online perdana kayu jati, penjualan kayu Perhutani mengalami peningkatan setiap minggu. Pada lelang perdananya 10 Februari 2010 lalu, volume kayu yang berhasil terjual mencapai 51 m3. Pada minggu berikutnya, total kayu jati yang terjual sebesar 61 m3. Data yang dirilis oleh iPasar menunjukkan harga rata-rata penjualan kayu jati adalah sekitar Rp 3,7 juta hingga Rp 3,8 juta per m3.

Tingginya minat pembeli jati milik Perhutani membuat perusahaan kayu ini menambah persediaan kayu jati. Misalnya saja, minggu lalu Perhutani menyiapkan kayu jati 599 m3, sedangkan minggu sebelumnya hanya 218 m3.

Penurunan penjualan kayu Perhutani minggu lalu tak serta-merta menyurutkan semangat Perhutani untuk menawarkan produk kayunya. Minggu ini, Perhutani tetap menyediakan kayunya sebanyak 300 m3. "Targetnya bulan ini untuk penjualan kayu di iPasar Rp 5 miliar dan lelang biasa Rp 7,5 miliar," papar Sudaryana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×