kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga kertas melambung, penerbit naikkan harga buku hingga 30%


Jumat, 16 Maret 2018 / 16:29 WIB
Harga kertas melambung, penerbit naikkan harga buku hingga 30%
ILUSTRASI. Toko Buku Gramedia


Reporter: Ferrika Sari | Editor: Sofyan Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah penerbit buku ambil ancang-ancang untuk menaikkan harga buku setelah harga bahan baku kertas melonjak naik hingga di atas Rp 16.000 per kg. Strategi ini ditempuh agar penerbit untuk tetap bertahan dan menghindari turunnya pemasukan.

Gramedia Asri Media, anak perusahaan Kompas Gramedia sudah sejak lama merasakan kenaikan bahan baku kertas tersebut. Karena melambungnya harga kertas sudah sering terjadi dan membuat Gramedia tidak bisa berbuat apa-apa selain menaikkan harga buku.

“Kita tidak bisa berbuat banyak karena memang basis industri kita buku cetak. Jika harga kertas naik, otomatis harga buku naik karena termasuk dalam biaya produksi,” kata Strategy Management Office Gramedia Asri Yosef Dityo ketika dihubungi Kontan.co.id, Jumat (16/3).

Meskipun harga kertas melonjak, Gramedia tidak punya strategi khusus untuk mengantisipasi hal tersebut. Sebagai perusahaan penerbitan buku, penentuan harga dan produksi buku tidak hanya bergantung pada biaya cetak tetapi juga pada potensi nilai jual, jenis buku dan royalti penulis.

“Jika buku tersebut diproyeksi laku, maka tetap akan diproduksi. Karena kenaikan buku tidak hanya bergantung kenaikan biaya cetak,” kata dia.

Tidak berbeda jauh dengan Gramedia, penerbit Prenada Media juga mesti menaikkan harga buku mencapai 30%.

“Kenaikan sampai 30% untuk buku terbitan kami yang dicetak tahun 2015, kemudian tahun ini dicetak ulang tapi dengan harga yang lebih tinggi,” kata Direktur Prenada Media Endah M

Penerbit yang fokus pada buku pendidikan dan umum ini bahkan mengurangi kapasitas produksinya. Biasanya dalam setahun bisa menerbitkan 100 judul buku, kini mesti menyeleksi jenis buku yang disukai pasar.

“Sekarang sudah tidak berani mencetak segitu, kami harus memilihnya apakah sudah layak atau belum dan bisa dibeli konsumen. Jika iya, maka kemudian baru dicetak,” kata dia.

Dengan melonjaknya harga buku tersebut, Endah makin khawatir para pelanggannya akan lari dan lebih memilih membeli buku hasil fotokopi yang harganya lebih bersahabat. Meski demikian, ia masih berharap Ikatan Penerbitan Buku Indonesia (IKAPI) mengambil tindakan cepat.

“Kami menunggu tindak lanjut dari pusat, sedangkan saya hanya dari IKAPI DKI Jakarta,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×