kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Industri hilir karet lokal perlu perhatian


Jumat, 20 Oktober 2017 / 11:11 WIB
Industri hilir karet lokal perlu perhatian


Reporter: Lidya Yuniartha, Noverius Laoli | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dewan Karet Indonesia menilai, dalam tiga tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, sektor komoditas terutama perkebunan karet kurang mendapat perhatian. Padahal, 90% pemilik lahan karet adalah petani rakyat. Tanpa perhatian pemerintah, petani jadi pihak yang paling dirugikan akibat melemahnya harga karet.

Ketua Umum Dewan Karet Indonesia Azis Pane mengatakan, selama tiga tahun terakhir ini pemerintah hanya berkonsentrasi di pangan dan infrastruktur. "Kami merasa ditinggalkan. Padahal, pembangunan infrastruktur seperti pembangunan tol juga tidak akan terlalu membantu apabila jalan-jalan kecil tidak turut diperbaiki," ujar Azis kepada KONTAN, Kamis (19/10).

Menurut Azis, beberapa waktu lalu pemerintah mulai menunjukkan perhatiannya terhadap perkebunan karet dengan wacana untuk melakukan replanting. Dia bilang, pemerintah berencana meremajakan 1 juta ha kebun karet pada akhir 2017 hingga 2018.

Namun, Azis berpendapat, pemerintah tidak boleh hanya berkonsentrasi memperbaiki bagian hulu saja, tetapi juga harus menunjang industri hilir karet. Sebab, saat ini komoditas karet lebih banyak diserap untuk digunakan sebagai bahan baku ban saja. Padahal, banyak produk yang membutuhkan karet sebagai bahan baku.

Karena kurangnya kebijakan hilirisasi karet, harga karet petani berfluktuatif. Saat ini rata-rata harga karet di kisaran Rp 5.500–Rp 7.000 per kilogram (kg) ditingkat petani. Sementara di pasar global, harga karet di kisaran US$ 1,4–US$ 1,7 per kg dalam beberapa waktu terakhir.

Dengan produksi karet rata-rata 3,2 juta ton per tahun, sekitar 600.000 ton diserap dalam negeri dan sisanya di ekspor. Ketergantungan pada pasar ekspor membuat pemerintah tidak berdaya mengendalikan harga karet lokal.

Menurut Azis, sebagai produsen karet terbesar kedua di dunia setelah Thailand, harusnya pemerintah memberikan perhatian penuh pada pengembangan perkebunan karet dalam negeri. Namun hal itu tidak didapat selama pemerintahan saat ini.

Kepala Biro Riset RPN Sinung Hendratno mengatakan, sejak era commodity boom meredup mulai tahun 2012, harga karet di pasar global dan lokal terus tertekan. Ia bilang harga karet relatif tidak berubah sampai akhir tahun 2017. "Turunnya harga karet justru berdampak pada menurunnya minat petani melakukan replanting tanaman karet mereka," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×