kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pembangunan smelter Freeport lambat


Selasa, 31 Mei 2016 / 15:31 WIB
Pembangunan smelter Freeport lambat


Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Jadwal peletakan batu pertama atau groundbreaking proyek fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) milik PT Freeport Indonesia (PTFI) di Gresik, Jawa Timur, terancam mundur dari jadwal semula Juli mendatang akibat lahan yang masih belum siap 100%. 

Smelter Freeport membutuhkan lahan seluas 80 hektare (ha) yang disewa dari PT Petrokimia Gresik. Jurubicara Freeport Indonesia Riza Pratama bilang, pihaknya masih menunggu selesainya persiapan lahan. 

Padahal, groundbreaking proyek senilai US$ 2,3 miliar tersebut ditargetkan bisa dilakukan pada Juli mendatang. "Kami masih menunggu lahan, sedang dipersiapkan," katanya kepada KONTAN, Senin (30/5).

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono menyatakan, progres pembangunan smelter Freeport tersebut memang belum signifikan. 

Bahkan, dia mengaku belum mendapat laporan terbaru terkait proyek tersebut. Bambang pun sangsi, groundbreaking bisa dilakukan pada Juli mendatang. "Klaim mereka seperti itu (groundbreaking), tapi kami melihatnya, sampai saat ini progresnya belum signifikan," ujar dia di Kantor Dirjen Mineba, Senin (30/5).

Berdasarkan evaluasi dari pemerintah, hingga Februari 2016, progres pembangunan smelter tembaga katoda berkapasitas 2 juta ton konsentrat tersebut baru mencapai 14%. Ini dihitung berdasarkan serapan anggaran (actual cost) yang baru US$ 168 juta. 

Kementerian ESDM tidak menghitung kontrak engineering and procurement (EP) antara Freeport dengan Chiyoda Corporation senilai US$ 927 juta. Sebab proyeknya belum berjalan dan belum ada penyerapan anggaran.

Alhasil, dengan progres pembangunan smelter yang sangat rendah, Freeport sulit mendapatkan izin ekspor konsentrat tembaga setelah Januari 2017 seperti yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2014.  

Asal tahu saja, regulasi tersebut memberi relaksasi ekspor mineral hasil pengolahan, termasuk konsentrat tembaga, hingga 2017 atau tiga tahun setelah adanya larangan ekspor mineral mentah pada Januari 2014 sesuai dengan UU Minerba No 4 tahun 2009.  

Salah satu tujuan terbitnya PP No 1/2014 dan Permen ESDM No 1/2014 adalah untuk memberi waktu bagi perusahaan agar membangun smelter dan hanya bisa mengekspor mineral hasil pemurnian setelah Januari 2017.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×