kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45999,33   5,73   0.58%
  • EMAS1.199.000 0,50%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Petani Tembakau Internasional Gelar Kongres Tolak FCTC


Senin, 21 Juni 2010 / 07:52 WIB
Petani Tembakau Internasional Gelar Kongres Tolak FCTC


Reporter: Amailia Putri Hasniawati |

JAKARTA. Sejak kemunculan Kesepakatan Kerangka Kerja Pengendalian Produk Tembakau (Framework Convention on Tobacco Control/FCTC) yang dikeluarkan oleh badan kesehatan dunia (WHO), sejumlah negara penghasil tembakau berkolaborasi untuk menentang isi rekomendasi FCTC tersebut. Maklum, rekomendasi FCTC tersebut akan mengancam pendapataan jutaan petani tembakau dunia, termasuk Indonesia.

FCTC itu melarang peredaran atau penjulan rokok yang menggunakan aroma-aroma perangsang atau penyedap seperti mentol, cengkeh dan perasa (flavour) lainnya. Artinya, rokok kretek berada di ujung tanduk. Padahal, 93% produksi rokok dalam negeri dalam bentuk kretek.

International Tobacco Growers’ Association (ITGA) dan Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) pun merespons FCTC ini dengan menggelar Kongres Forum Tembakau Asia yang berlangsung selama dua hari, Senin dan Selasa (21-22/6).

Peserta kongres ini berasal dari sejumlah negara penghasil tembakau di Asia, yaitu Indonesia, India, Malaysia, Jepang, Korea Selatan, dan Filipina. Presiden ITGA Roger Quarles pun hadir dalam kongres ini.

“Separuh pasar rokok dunia adalah rokok kretek yaitu rokok yang dicampur perasa, jika ini dilarang, maka bisa dibayangkan kerugiannya bisa mencapai triliunan dolar AS,” kata Quarles, Minggu (20/6).

Agenda hari Senin (21/6) ini yaitu pemaparan secara gamblang terkait industri tembakau dan produk turunanya dari sejumla negara yang hadir. Sedangkan agenda hari Selasa (22/6) bakal ada deklarasi penolakan bersama antara ITGA dan AMTI mengenai regulasi WHO tersebut.

Ketua Umum AMTI Soeadaryanto menjelaskan, konferensi tersebut diharapkan bisa menyatukan aspirasi dan menyamakan persepsi untuk menolak peraturan WHO. Apalagi, nilai ekspor rokok kretek dari Indonesia per tahunnya saat ini rata-rata mencapai US$ 270 juta. “Oleh karenanya kita berharap dalam kongres ini kita bisa menjalin solidaritas bersama untuk menghadang aturan FCTC itu,” ujar Soedaryanto.

ITGA memang berdiri dalam posisi yang dilematis. Pasalnya, rekomendasi FCTC ini untuk alasan kesehatan, namun disisi lain akan merugikan petani yang berada dalam industri ini. Hanya saja, ITGA tetap akan menolak rekomendasi FCTC itu dan kongres ini bisa menjalin kesepakatan bersama untuk menolaknya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Storytelling with Data (Data to Visual Story) Mastering Corporate Financial Planning & Analysis

[X]
×