kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Petani tuntut kenaikan harga gabah


Selasa, 25 Juli 2017 / 11:00 WIB
 Petani tuntut kenaikan harga gabah


Reporter: Abdul Basith, Lidya Yuniartha, Noverius Laoli | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Penetapan harga eceran tertinggi (HET) beras jenis medium dan premium sebesar Rp 9.000 per kilogram (kg) memantik kontroversi, Petani khawatir HET akan menggerus harga pembelian gabah di tingkat petani.

Pembatasan HET akan membuat petani tak dapat menikmati harga di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah pemerintah.

Oh iya, selain menetapkan HET beras Rp 9.000 per kg, pemerintah juga telah menetapkan HPP Gabah Kering Panen (GKP) sebesar Rp 3.700 per kg dan Harga Kering Giling (GKG) Rp 4.600 per kg.

Sedangkan harga pembelian untuk beras sebesar Rp 7.300 per kg. Harga itu menjadi harga terendah beras dan gabah. Sebab saat ini harga pembelian GKP, GKG dan beras di petani di atas HPP.

Masroni, petani yang juga Ketua Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) mengatakan, agar petani tidak merugi, mereka mendesak agar pemerintah menaikkan HPP GKP dari Rp 3.700 per kg menjadi Rp 5.000 per kg. "Memang sampai sekarang petani belum merasakan penurunan harga gabah, tapi jika itu benar, berarti ke depan pembelian gabah bisa turun," ujarnya kepada KONTAN, Senin (24/7).

Menurut Masroni, penetapan HET beras tidak berdampak langsung ke petani, karena petani tak menjual beras namun gabah. Saat ini harga GKP di Jawa Barat masih tinggi di atas HPP yakni Rp 4.800 per kg. Dia mengakui, pembelian gabah lebih tinggi dilakukan pedagang dan perusahaan swasta, ketimbang Bulog.

Selain meminta kenaikan harga pembelian gabah kering panen (GKP), Masroni juga meminta penetapan HET beras dilakukan pemerintah berdasarkan daerah. Usulan itu mengemuka karena biaya produksi padi di masing-masing daerah berbeda-beda.

Jika HET berlaku sama rata di semua daerah, petani di daerah yang memiliki biaya produksi paling tinggi akan merugi besar. "Di tempat saya biaya produksi bisa sampai Rp 17 juta per ha. Sementara dalam satu kali musim panen, saya hanya menghasilkan 5-6 ton per ha," jelas Masroni.

Kualitas gabah rendah

Ketua Bidang Tanaman Pangan Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Fajar Pamuji mengatakan, penetapan HET beras tidak merugikan petani. Sebab penetapan HET itu masih bersifat sementara dan petani tidak menjual beras. Namun bila harga gabah di petani ikut turun, maka itu akan berdampak pada kesejahteraan petani.

Menurutnya, pemerintah seharusnya tidak hanya menetapkan HET beras, namun juga mengembangkan kualitas gabah. Sebab selama ini, kualitas gabah petani masih kurang baik. Perbedaan kualitas gabah antara satu wilayah dengan wilayah lain juga tinggi.

Sementara itu pembibitan dari pemerintah pun dinilai kurang tepat, sehingga pendistribusian benih padi sering terlambat. Perubahan pola subsidi pupuk yang selama ini dilakukan juga kurang tepat. Subsidi pupuk dinilai sudah tidak tepat lagi, sehingga pemerintah harus memberikan subsidi ke hasil tani yang dapat dimanfaatkan petani.

Bayu Krisnamurthi, mantan Wakil Menteri Perdagangan yang sekarang menjadi Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) juga menilai penetapan HET beras tidak dinikmati oleh petani. Sebab, petani sebagai produsen beras, dilindungi dari sisi penetapan HPP beras dan gabah.

Nah, penetapan HET untuk melindungi konsumen. "Tapi ingat, petani juga konsumen. Jadi kalau dilihat petani sebagai konteks konsumen, dia dilindungi HET. Tapi kalau petani sebagai produsen, dia dilindungi HPP," kata Bayu.

Menurut Bayu, harga pembelian gabah dan beras yang ditetapkan pemerintah tersebut akan tetap berlaku walaupun harga produksinya menurun. Apalagi, menurutnya petani lebih menjual gabah dibandingkan beras.

Sedangkan untuk HET beras yang ditetapkan Rp 9.000 per kg, fakta di lapangan harga beras di tingkat konsumen sudah ada yang melebihi Rp 10.000 per kg. Ia mengambil contoh harga di pasar induk Cipinang yang sudah berada di atas Rp 12.000 per kg.

Bayu menyatakan, saat ini sekitar 80% beras dijual di atas harga Rp 9.000 per kg. Sedangkan beras yang dijual di harga Rp 9.000 per kg adalah jenis beras medium kelas tiga. "Penjualan beras di Cipinang itu grosir. Jika beras dari sana dijual ke pasar ritel, harganya pasti akan lebih tinggi lagi," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×