Reporter: Petrus Dabu | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Tak hanya Amerika Serikat, China, India yang punya potensi shale gas, Indonesia juga diyakini punya potensi yang sangat besar gas alternatif ini. Sayangnya, pemanfaat shale gas ini masih terkendala lantaran kita belum memiliki teknologi untuk mengembangkan shale gas.
Berdasarkan data Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sumber daya hipotetik (hypothetical resources) atas total volume shale gas di Indonesia mencapai 574 trilion cubic feet (tcf).
Menurut Kepala Badan Geologi Sukhyar, potensi Shale gas di Indonesia terdapat di cekungan-cekungan (basin) minyak dan gas konvensional. "Semua cekungan minyak yang kita kenal itu berpotensi mengandung shale gas," tandas Sukhyar kepada KONTAN, Senin (19/3).
Dia menyebutkan, dari 574 tcf sumber daya hipotetik shale gas di Indonesia, 233 tcf berada di wilayah Sumatera, yakni tersebar di cekungan Sumatera Utara sebesar 64,78 tcf, Sumatera Tengah sebanyak 86,90 Tcf, cekungan Ombilin sebesar 25,11 Tcf, dan cekungan Sumatera Selatan sebesar 56,11 tcf.
Selain wilayah Sumatera, wilayah lainnya yang juga kaya akan potensi shale gas adalah Kalimantan. Menurut Sukhyar, total potensi shale gas di Kalimantan mencapai 193,93 tcf yang tersebar di cekungan Barito sebesar 74,59 Tcf, Kutai sebesar 80,59 Tcf, Tarakan sebesar 7,22 Tcf, Melawi 11,90 Tcf, Ketungau sebesar 19,63 Tcf.
Sementara itu wilayah Papua, total potensi shale gas mencapai 90 tcf yang tersebar di Cekungan Akimeugah sebesar 62,64 Tcf dan cekungan Bintuni sebesar 31,40 Tcf.
Adapun untuk Jawa, total potensi shale gas mencapai 47,64 tcf yang tersebar di cekungan North West Jawa sebesar 5,64 Tcf dan North East Jawa sebesar 42 Tcf.
Belum dikomersilkan
Menurut Sukhyar, ada lima sumber energi fosil yang terdapat di Indonesia. Yakni minyak, gas (natural gas), batubara, Coal Bed Methane (CBM) dan terakhir adalah shale gas. Dari lima sumber energi fosil itu, CBM dan Shale gas belum dikembangkan.
Sukhyar mengatakan sama seperti CBM, shale gas belum dikembangkan secara komersil. Hal ini karena pengembangan shale gas membutuhkan teknologi yang jauh lebih canggih dibandingkan dengan pengembangan minyak dan gas konvensional.
Menurutnya, gas alam dan shale gas secara materi sama, yakni keduanya sama-sama merupakan gas. Yang membedakan keduanya adalah keberadaannya di dalam perut bumi. Gas alam disedot ke luar dari perut bumi dari batuan reservoir, sedangkan Shale gas masih berada di dalam bantuan induk atau serpih (shale) atau tempat terbentuknya gas bumi.
"Teknologi di Amerika sudah proven. Caranya dengan membuat artificial cracks, cara ini dilakukan supaya ada rongga sehingga Shale gas bisa diproduksi," ujar Sukhyar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News