kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Prospek dunia usaha semakin cerah


Kamis, 26 Januari 2012 / 06:00 WIB
Prospek dunia usaha semakin cerah
ILUSTRASI. Warga mendorong sepeda motornya yang mogok di jalan yang terendam banjir di kawasan Kota Lama Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (6/2/2021). Cuaca hari ini di Jawa dan Bali cerah berawan hingga hujan petir, menurut prakiraan BMKG.


Reporter: Mona Tobing, Adi Wikanto | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Pelaku industri di tanah air yakin, semua sektor usaha bakal mendapatkan keuntungan besar sepanjang tahun naga ini. Meningkatnya konsumsi dalam negeri akan memperbesar pangsa pasar. Selain itu, dunia usaha juga bisa mengandalkan penjualan melalui ekspor.

Sebenarnya, cerahnya nasib bisnis di Indonesia sudah terlihat sepanjang tahun 2011. Lirik saja, aliran investasi langsung di semua sektor usaha sepanjang tahun lalu sangat besar. Artinya, pengusaha sangat optimistis dengan potensi pasar di Indonesia dan akan terus meningkat mulai tahun ini hingga periode mendatang.

"Potensi pasar di Indonesia memang besar, setiap tahun akan terus tumbuh, karena jumlah penduduk yang meningkat dan pertumbuhan ekonomi tinggi," beber Urip Trimuryono, Ketua Asosiasi Semen Indonesia (ASI), kemarin.

Apalagi di sektor industri semen, produksi di sektor ini tumbuh sebesar 8,6% dari tahun lalu, atau mencapai 50 juta ton. "Bahkan bisa lebih besar lagi, karena tahun ini banyak pabrik baru," tandas Urip.

Pabrik baru itu antara lain oleh PT Lafarge Cement Indonesia dari Prancis yang akan membangun pabrik di Langkat, Sumatra Utara berkapasitas 1,5 juta ton per tahun. Selain itu, konsorsium dari China, Anhui Conch Cement Company Ltd, serta China Triumph International Engineering Co Ltd (CTIEC) akan mendirikan pabrik semen di Grobogan, Jawa Tengah senilai US$ 350 juta.

Pengusaha tekstil juga tak kalah optimistis. Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menghitung, geliat mode fashion di tanah air akan mendorong sektor garmen dan tekstil. Nilai ekspornya juga akan tumbuh hingga 10%. "Total ekspor tekstil bisa menembus angka US$ 14,3 miliar," kata Ade.

Ia mengakui, pasar ekspor memang akan terganggu. Soalnya, krisis di Eropa dan Amerika Serikat belum akan berakhir. Padahal, dua wilayah itu merupakan pasar ekspor tekstil utama Indonesia. "Eksportir akan mencari pasar alternatif, seperti ke Afrika dan Asia," tandas Ade.

Kebutuhan ban di dalam negeri juga semakin besar. Penyebabnya penjualan sepeda motor akan tumbuh sedikitnya 5% menjadi 8,5 juta unit, dan mobil tumbuh 10% menembus 980.000 armada. "Penjualan ban tahun ini tumbuh 8% dari tahun 2011 sebesar 42 juta unit," kata Azis Pane, Ketua Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI).

Dari sisi produksi, Azis menghitung, akan mencapai 50 juta ban pada tahun ini. 2011 lalu, produksi ban nasional hanya sekitar 48 juta unit.

Kredit usaha kecil

Gita Wirjawan, Menteri Perdagangan menegaskan, semua sektor bisnis bakal tumbuh pesat tahun ini. Ia menghitung, rata-rata konsumsi domestik tumbuh 9,1% atau senilai Rp 4.124 triliun. Tentu saja, ini akan jadi potensi bisnis yang manis untuk diperebutkan para pengusaha.

Ade mengatakan, tak hanya industri besar yang bakal mencicipi kue bisnis itu bukan hanya dinikmati industri, pengusaha kecil, mulai dari kelas rumahan bakal meraup untung. "Produksi dan penjualan garmen atau tekstil dari home industri juga semakin besar karena mereka bisa mendekat langsung ke pasar," terang Ade.

Azis juga meyakini, permintaan ban bukan hanya menguntungkan industri penghasil ban baru. Namun, industri pengolah ban bekas juga semakin mentereng. Biasanya, bisnis ini sekelas industri rumahan. "Mereka mengubah ban menjadi meja, kursi, pot bunga, hingga tempat sampah," kata Azis.

Hanya saja, Azis menilai, pertumbuhan industri rumahan itu tidak bisa sepesat perusahaan besar. Umumnya, mereka terkendala modal. "Banyak usaha kecil belum terjamah perbankan," tutur Azis.

Ade berharap, perbankan lebih proaktif menyalurkan kredit bagi industri kecil. Selain itu, mempermudah syarat pengajuan pinjaman agar tidak membingungkan pengusaha kecil. "Dengan bantuan modal, rumahan bisa tumbuh menjadi bisnis yang besar," papar Ade.

Bunga bank yang dinilai tinggi juga menjadi penghambat dunia usaha. Bunga sektor produktif yang masih double digit dianggap memberatkan.

"Seharusnya single digit, karena alat kerja juga bisa menjadi anggunan kepada perbankan, sehingga bank tidak perlu khawatir terjadi kredit macet," terang Ade.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×