kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Reynold Wijaya, anak pengusaha yang sukses di fintech


Sabtu, 04 Agustus 2018 / 07:38 WIB
Reynold Wijaya, anak pengusaha yang sukses di fintech
ILUSTRASI. Reynold Wijaya, Modalku Co Founder dan CEO Modalku


Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Derasnya perkembangan era digital dan kemudahan teknologi memungkinkan anak muda merintis bisnis sendiri. Dana segar atau uang bukanlah satu-satunya modal yang harus mereka miliki untuk membangun usaha impian. Lihat saja Reynold Wijaya yang merintis perusahaan teknologi finansial (tekfin), PT Mitrausaha Indonesia Group (Modalku).

Kini, Modalku yang berdiri Januari 2016 lalu menjelma jadi platform peer to peer (P2P) lending terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara. Co-Founder dan Chief Executive Officer (CEO) Modalku ini mengungkapkan, dirinya justru bersyukur lahir dari keluarga yang secara ekonomi sangat berkecukupan.

Kendati keluarganya kaya raya, itu tak membuat dia terlena dan bergantung pada bisnis orangtuanya saat dia mulai beranjak dewasa. Sekadar informasi, Reynold adalah anak ketiga dari pasangan Harsono Pangjaya dan Susylia Sukana, pendiri Unifam Group.

Kiprah kelompok usaha ini di tanah air tentu tak perlu diragukan lagi. Perusahaan yang berdiri sejak 1981 silam itu memiliki sejumlah produk ternama, seperti permen Milkita, serta es Kiko dan Phino.

Produk Unifam Group bahkan telah menjangkau lebih dari 20 negara yang tersebar di Asia, Afrika, Amerika, dan Pasifik. Mereka juga memiliki kantor cabang operasional bersama di Filipina, Vietnam, dan Amerika Serikat (AS).

Dengan status sebagai anak pemilik Unifarm Group, Reynold sudah barang tentu diminta orangtuanya ikut mengelola bisnis keluarga. Namun, dia justru balik badan dan memilih membangun usaha sendiri.

Jelas, darah wirausaha orangtuanya mengalir deras dalam diri Reynold. "Saya menjadi saksi hidup keberhasilan orang tua membesarkan Unifam," ungkapnya kepada Kontan.co.id, Jumat (3/8).

Sebetulnya, setelah lulus kuliah dan meraih gelar sarjana teknik industri dari University of Michigan, AS, pada 2010 lalu, Reynold memutuskan kembali ke tanah air untuk membantu perusahaan keluarganya. Di 2011, Reynold diangkat menjadi Manajer Operasional PT Unifam Food.

Demi mematangkan kemampuannya dalam mengelola perusahaan, Reynold pun balik lagi ke University of Michigan untuk melanjutkan sekolah master bidang teknik industri. Dia pun akhirnya lulus setahun berikutnya dan melanjutkan kiprahnya di Unifam.

Tapi, Agustus 2014, Reynold mulai berpikir untuk mandiri dan memutuskan hengkang dari bisnis keluarga. Hal pertama yang ia lakukan adalah kembali ke bangku kuliah. Kali ini, dia memilih kuliah jurusan bisnis dan administrasi di Harvard Business School dan meraih gelar Master Business Administration (MBA) pada tahun 2016 lalu.

Di kampus ternama itu, Reynold bertemu dengan Kelvin Teo dan Iwan Kurniawan yang kelak menjadi mitranya di Modalku. Dari perbincangan sederhana Reynold dan dua kawannya itu di asrama mahasiswa Harvard Business School, tercetus ide membuat sebuah perusahaan teknologi finansial di Indonesia yang fokus pada pendanaan bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Model pendanaan UMKM langsung dari pemberi modal ke peminjam berbasis teknologi digital itu disebut P2P lending. "Kami memilih bidang ini karena kebetulan kami punya ilmu dasar soal keuangan, saya juga kuliah bisnis. Dan di AS, model bisnis seperti Modalku sudah familiar dan lazim. Di Indonesia masih jarang dan kami mau mengadopsinya di Asia Tenggara," jelas Reynold yang 27 November nanti genap berusia 30 tahun.

Dia melakukan riset pasar dan mencari konsep bisnis Modalku saat masih menjadi mahasiswa program master di Harvard Business School. Kurang lebih selama setahun ia melakukan riset dan analisis soal model bisnis P2P lending tersebut.

Singkat cerita, di 2015, Reynold merealisasikan mimpinya mendirikan perusahaan tekfin. Ia berhasil membuktikan, dirinya tidak semata-mata bergantung pada perusahaan keluarga. Ide bisnis Reynold dan kawan-kawan akhirnya berhasil memperoleh pendanaan ventura (venture capital) dari beberapa perusahaan asing.

Nominalnya saat itu, papar Raynold, mencapai belasan miliar rupiah. "Saya juga saat itu tidak menyangka kalau bisa dapat kucuran dana ventura sebanyak itu dan ada perusahaan yang percaya dengan kami. Mungkin karena kami terlalu gencar jualan idenya," kata Reynold sambil tertawa.

Perusahaan tekfin besutan Reynold ini pertama kali meluncur di Singapura dengan nama Funding Societies. Dia memilih negeri merlion sebagai negara pertama karena ingin melakukan tes pasar terlebih dahulu. "Singapura merupakan salah satu negara yang tepat meluncurkan bisnis rintisan seperti ini karena pasarnya mendukung. Meski pasar terbesar bisnis pinjam meminjam ini tetap ada di Indonesia," ujarnya.

Incar UMKM

Setelah masuk pasar Asia Tenggara lewat gerbang Singapura dan berhasil, pada 2016 Reynold melebarkan sayap bisnisnya ke Indonesia dengan nama Modalku. Langkahnya tepat lantaran pasar Indonesia bisa menerima model bisnis P2P lending dengan baik.

Tak lama kemudian, Modalku mengembangkan sayap ke Malaysia. Jadi saat ini, perusahaan tekfin ini beroperasi di tiga negara, yakni Singapura, Indonesia, dan Malaysia. Reynold mengklaim, saat ini Modalku merupakan yang terbesar di Asia Tenggara.

Per Juli 2018, Modalku telah menyalurkan pinjaman total mencapai Rp 1 triliun. Reynold mengatakan, penyaluran tersebut mengalir ke 3.500 peminjam.

Mayoritas peminjam adalah generasi milenial yang melek teknologi dan dunia usaha. Bunga pinjaman yang dibebankan sekitar 15% sampai 35% per tahun.

Dari bunga pinjaman itu, Modalku mendapatkan imbalan sekitar 3%. "Sejak awal Modalku diluncurkan di Indonesia, kami membidik pengusaha UMKM sebagai mitra peminjam kami. Kebanyakan UMKM belum punya akses perbankan untuk permodalan," imbuh Reynold.

Ia menjelaskan, teknologi yang dimiliki Modalku bisa menjadi jembatan untuk menutupi kurangnya akses tersebut. Dibandingkan dengan bunga pinjaman di bank, Reynold mengakui, bunga Modalku memang cukup tinggi.

Pasalnya, risiko yang ditanggungnya juga tinggi. Risiko model bisnis P2P lending memang lebih tinggi dibanding perbankan. Apalagi, Modalku membidik pasar UMKM.

Risiko gagal bayarnya tentu besar dan harus diantisipasi. "Itu yang membuat bunganya lebih tinggi. Kalau dibilang Modalku bersaing dengan bank, jadi kurang tepat, sih. Kami ada untuk melengkapi akses yang masih kurang," ungkap Reynold.

Sampai akhir 2018, Modalku menargetkan bisa menjaga angka kredit bermasalah atawa non-performing loan (NPL) di level 1% sampai 1,5%. Dan pada April lalu, mereka berhasil mendapatkan pendanaan seri B mencapai US$ 25 juta atau hampir sebesar Rp 350 miliar.

Reynold pun puas bisa membangun bisnis sendiri dan terpisah dari usaha keluarga. Dia berujar, tanpa kehadiran dirinya, perusahaan keluarga selama empat tahun terakhir bisa berjalan lancar. "Tapi, tidak menutup kemungkinan suatu saat saya akan kembali ke perusahaan keluarga," kata pria kelahiran Jakarta ini.

Reynold menyadari, banyak orang yang mempertanyakan motivasi dirinya membangun usaha sendiri. Sebab, sebenarnya, peluang untuk sukses dan membuktikan diri bisa dia juga lakukan di perusahaan keluarga. Apalagi, ia berpeluang menjadi generasi penerus Unifam Group.

Namun bagi Reynold, motivasinya membangun bisnis sendiri lebih didorong keinginan memberikan manfaat bagi orang banyak. Selain itu, ia juga ingin belajar lebih banyak tentang bisnis berbasis teknologi. Terlebih, masa depan ada di teknologi.

"Saya berpikir, bisnis tidak bisa sekadar uang dan keuntungan. Bisnis saat ini selain mengejar keuntungan juga harus punya dampak buat banyak orang, dan harus bisa dirasakan langsung oleh masyarakat," tegasnya.

Bukan cuma supaya bisa membawa manfaat, Reynold menambahkan, dirinya juga belajar menjadi pemimpin yang baik di Modalku. Sebagai CEO, dia dituntut harus menyelesaikan semua masalah yang dihadapi perusahaan dengan baik. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×