kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Skema impor 1:5 bisa merugikan feedloter


Senin, 27 November 2017 / 05:45 WIB
Skema impor 1:5 bisa merugikan feedloter


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Dessy Rosalina

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah menetapkan skema impor 1:5 untuk sapi bakalan. Artinya, untuk setiap impor sapi bakalan sebanyak 5 ekor, maka pengusaha harus menyediakan 1 ekor sapi indukan.

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI), Rochadi Tawaf berpendapat kebijakan ini dapat merugikan feedloter. Pasalnya, waktu penjualan dua jenis sapi tersebut berbeda. Sapi bakalan hanya membutuhkan waktu 3 bulan penggemukan hingga dijual, sementara sapi indukan membutuhkan waktu bertahun-tahun.

Dia menjelaskan, bila feedloter memiliki kapasitas kandang 10.000 ekor sapi, maka dalam 1 tahun ketika feedloter mengimpor sapi bakalan 3-4 kali, maka kandang-kandangnya telah dipenuhi oleh sapi indukan.

"Tahun kedua dia sudah tidak bisa beriperasi. Pemeliharaan bibit itu rugi, khususnya dalam pembesaran," ujar Rochadi kepada KONTAN, Minggu (26/11).

Rochadi mengatakan, proses pembesaran sapi mulai dari bunting sampai melahirkan harus dilakukan di padang pengembalaan. Karena itulah biaya yang dikeluarkan dapat ditekan.

Dia pun menutirkann proses pembesaran yang dilakukan di kandang secara intensif seperti sekarang ini justru melanggar norma bisnis. Pasalnya terdapat tiga bagian dalam bisnis sapi, terdapat peternakan breeding (pembiakan), rearing (pembesaran/pemeliharaan), serta penggemukan.

"Itu norma bisnis yang diatur sedemikian rupa. Sekarang sapi yang harusnya di tempat pengembalaan harus dimasukkan ke kkandang sapi yang sempit yang terjadi adalah biaya produksi menjadi sangat tinggi," tambah Rochadi.

Rochadi mengkhawatirkan, bila kwbijakan ini terus dibiarkan maka akan ada penurunan populasi sapi lantaran adanya pemotongan sapi betina produktif. Tak hanya itu, impor daging pun akan meraja lela karena masyarakt lebih bergantung pada impor daging.

Dia pun mengatakan, saat sebuah negara lebih banyak mengimpor daging, maka tidak akan nilai tambah yang didapatkan.

"Impor sapi bakalan masih bagus karena ada pupuk dari sini, tenaga kerja dan lainnya. Kalau hanya daging, tidak ada nilai tambah untuk kegiatan ekonomi di Indonesia. itu akan memberikan kondisi yang berbahaya," jelas Rochadi.

Menurut Rochadi akan lebih baik bila skema impor menggunakan kemitraan yang intensif. Dia mencontohkan skema impor yang bukan berdasarkan volume impor melainkan kapasitas kandang.

Misalnya 20% dari kapasitas kandangnya digunakan untuk proses breeding sementara 80% untuk penggemukan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×