Reporter: Fitri Nur Arifenie | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. PT SL Agro Industry akan menanamkan investasi senilai total US$ 20 juta atau sekitar Rp 194 miliar (kurs dolar AS Rp 9.700), untuk mengembangkan industri kehutanan. Selain membangun pabrik bahan bakar serbuk kayu atau wood pellet, SL Agro akan menggunakan dana tersebut untuk membangun dan membuka kebun seluas 5.000 hektare (ha) di Pelaihari, Kalimantan Selatan.
Mohammad Akbariah, Direktur Utama SL Agro Industry mengatakan, perusahaannya juga akan membangun pembangkit listrik berkapasitas 2 x 10 megawatt (MW) untuk menunjang industri wood pellet atau pelet kayunya. "Semua investasi di Kalimantan," katanya kepada KONTAN, akhir pekan lalu.
Mohammad merinci, dari jumlah investasi itu, sebanyak US$ 4,5 juta untuk membangun pabrik pelet kayu dan US$ 2 juta-US$ 5 juta untuk penanaman pohon. Sedangkan sisa senilai US$ 10,5 juta untuk membangun pembangkit listrik.
Dalam pembangunan pabrik listrik, SL Agro bekerjasama dengan Inhutani III dalam penyediaan lahannya. Sedangkan listriknya akan dijual kke PLN. "Akhir Maret 2013 akan ada MoU dengan Inhutani III sehingga pembangunan pembangkit bisa mulai tahun depan," ujar Mohammad.
Pembangkit listrik SL Agro menggunakan bahan bakar wood chip sehingga menjadi pembangkit listrik terbarukan. Dengan kapasitas 20 MW, diperlukan setidaknya 140.000 ton wood chip, sebab tiap 10 MW diperlukan 70.000 ton wood chip bahan bakar.
Wood chip dipilih untuk bahan bakar pembangkit listrik karena lebih murah. "Jika menggunakan wood pelet lebih mahal" kata Mohammad.
Dimulai pada awal 2014, pembangunan pembangkit listrik tersebut akan memakan waktu sekitar 2,5 tahun.
Untuk bisa memenuhi kebutuhan bahan baku wood chip dan wood pellet, SL Agro mulai melakukan penanaman pohon pada tahun ini. Diharapkan pada 2015 pohon-pohon tersebut siap dipanen.
Naikkan kapasitas
SL Agro adalah perusahaan asal Korea Selatan, Depian. Perusahaan ini juga bekerjasama dengan Inhutani III untuk memasok bahan baku kayu. Selain wood chip untuk menghidupkan pembangkit listrik, perusahaan ini juga memproduksi wood pellet.
Menurut Mohammad, pabrik wood pellet mulai beroperasi pada Agustus 2013 dengan kapasitas 30.000 ton. Nantinya kapasitas pabrik akan ditingkatkan secara perlahan menjadi 100.000 ton per tahun. Diharapkan pada 2015, kapasitas produksi mencapai maksimal 300.000 ton per tahun.
Yoo Dong Soo, Chief Executive Officer (CEO) Depian mengatakan, bisnis pelet kayu sangat cerah. Permintaan produk ini di Korsel cukup besar seiring adanya regulasi yang mengharuskan perusahaan menurunkan kadar karbon dioksida. Saat ini, penggunaan energi baru dan terbarukan di Korsel mencapai 2% - 3%.
Pemerintah Korsel juga berencana menaikkan porsi penggunaan energi baru dan terbarukan menjadi 20% pada 2020.
"Penggunaan energi air dan angin tidak berpengaruh besar kecuali biomassa," kata Yoo Dong Soo kepada KONTAN. Potensi pelet kayu masih besar karena penggunaan biomassa di Korsel belum terlalu populer.
Pada 2020, kebutuhan pelet kayu di Korea diperkirakan mencapai 5 juta ton sehingga produksi SL Agro seluruhnya akan dikirim ke Korea Selatan. Apalagi saat ini kebutuhan bahan bakar ini di dalam negeri belum begitu besar.
"Pasokan pelet kayu yang besar juga dibutuhkan China, Jepang, AS dan Swedia," kata Mohammad. Data SL Agro menunjukkan, pada 2010 kebutuhan wood pellet di Kanada mencapai 6 juta ton, Amerika 3 juta ton dan Eropa sekitar 8 juta ton per tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News