kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tarik ulur revisi UU Minerba masih berlanjut


Rabu, 24 Agustus 2016 / 11:34 WIB
Tarik ulur revisi UU Minerba masih berlanjut


Reporter: Andy Dwijayanto | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Pembahasan revisi Undang-Undang no 4/2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba) di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali bergulir.  Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bahkan optimistis, revisi UU Minerba bakal  rampung tahun ini.  

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono berharap, pembahasan Revisi UU Minerba bisa kelar dalam tiga bulan. Saat ini, DPR masih membahas draf revisi itu secara internal dan antarfraksi DPR sebelum mengadakan pembahasan.

Harapan Bambang, aturan ini bisa berlaku Januari 2017, sehingga ada kepastian atas kebijakan larangan ekspor mineral mentah atau justru melonggarkan lagi. "Saya tidak bisa mengatakan potensi relaksasi, karena itu menjadi keputusan bersama pemerintah. Karena itu, kami tunggu pembahasan UU Minerba," ujar Bambang saat diskusi dengan anggota Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia, Selasa (23/8).

Sekadar catatan, keputusan relaksasi kebijakan larangan ekspor konsentrat mineral jelas menguntungkan perusahaan raksasa yang masih enggan merealisasikan pembangunan pabrik pemurnian mineral (smelter). Misalnya PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara (NNT).

Bambang menyebut ekspor konsentrat yang saat kini dilakukan Freeport juga memiliki nilai tambah yang tinggi. Konsentrat itu ia sebut sudah mengandung 90% kemurnian. 

Irwandy Arif, Ketua Institue Mining Indonesia (IMI) mengakui pembahasan yang paling rumit dalam revisi UU Minerba adalah soal ekspor konsentrat. Poin lain adalah kewenangan izin pertambangan.  Ia beranggapan, masih ada tumpang tindih antara pusat dan daerah atas izin pertambangan. "Kewenangan sudah diberikan kepada provinsi, ini nanti bagaimana? Kalau keliru nanti izinnya bisa dipersoalkan lagi," ujarnya.

Menurut Kurtubi, Anggota DPR Komisi VII dari Fraksi Partai Nasdem, saat ini proses dari revisi UU Minerba masih dalam proses pembahasan untuk mendengarkan masukan-masukan dari fraksi lainnya. Setidaknya ada 12 poin yang dirangkum DPR, terkait pokok masalah termasuk diantaranya persoalan relaksasi, status kepemilikan cadangan minerba yang ada di perut bumi dan penghapusan sistem kontrak karya.

Kurtubi bilang, pemerintah memang boleh berharap revisi UU Minerba selesai tahun ini. "Pembahasan saat ini masih jauh dari kata sepakat, ini baru ada pembahasan di internal komisi VII saja. Soal ekspor konsentrat tetap tidak boleh, harus dimurnikan dulu di dalam negeri," ujarnya.

Meski begitu, ia mencatat beberapa hal untuk dijadikan pertimbangan, khususnya untuk izin ekspor konsentrat. Ia mengambil contoh Freeport. Ia memahami posisi pemerintah yang tidak ingin perekonomian sekitar tambang Freeport terganggu akibat dihentikannya ekspor konsentrat.

Kurtubi mengaku tidak setuju jika revisi UU hanya bertujuan untuk relaksasi ke Freeport agar tetap ekspor konsentrat. Apalagi, kata Kurtubi, Freeport terkesan mbalelo dalam memenuhi kewajibannya untuk mendivestasikan sahamnya. 

Ia mengingatkan, pemerintah juga harus bisa melihat itikad dari Freeport soal divestasi saham 10%. Freeport meminta harga mahal yakni sekitar US$ 1,5 miliar hampir dua kali lipat dari valuasi yang ditetapkan Pemerintah Indonesia senilai US$ 850 juta. "Freeport sudah semaunya sendiri dan tidak taat regulasi," ungkap dia. Karena itu pemerintah perlu mengambil sikap jangan sekadar menuruti Freeport.       

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×