kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tidak ada diskriminasi pemberlakuan SVLK


Kamis, 12 Mei 2016 / 17:26 WIB
Tidak ada diskriminasi pemberlakuan SVLK


Reporter: Handoyo | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Ekspor produk kehutanan asal Indonesia ke negara-negara kawasan Uni Eropa (UE) memasuki babak baru. Pasalnya, Indonesia menjadi negara pertama di dunia yang mendapatkan skema lisensi Forest Law Enforcement, Governance and Trade (FLEGT) bagi semua ekspor produk kayu Indonesia ke 28 negara di Uni Eropa.

Skema lisensi FLEGT dari Uni Eropa itu juga diinisiasi oleh terbitnya peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25/M-DAG/PER/4/2016 Tentang Perubahan atas Permendag 89/M-DAG/ PER/ 10/2015 Tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan, tanggal 15 April 2016.

Kebijakan tersebut merupakan respons Pemerintah terhadap dinamika perdagangan kayu dunia yang menuntut produk bersertifikat legal dan berasal dari hutan yang dikelola secara lestari.

Dengan terbitnya peraturan ini, maka dokumen V-Legal kini bersifat wajib atau mandatory untuk para pelaku usaha dari hulu sampai hilir jika ingin mengekspor produknya.

Dokumen V-Legal merupakan bagian dari Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang bertujuan untuk menjamin bahwa produk kayu yang dieskpor memenuhi persyaratan legalitas dan kelestarian.

Sebelumnya, produk kayu yang digunakan tidak wajib memiliki dokumen V-Legal sebagai syarat dokumen kepabeanan. "FLÈGT license ini adalah Indonesia yang pertama sehingga kompetisi kita akan naik," kata Menteri Luar Negeri Retno L.P. Marsudi, Kamis (12/5).

Retno bilang, dari total ekspor produk kehutanan Indonesia sebesar 42,29% tujuannya adalah ke negara yang sudah implementasikan tata kelola kehutanan yang baik. Oleh karena itu, implementasi FLEGT ini diharapkan dapat segera berjalan setidaknya dalam tiga hingga empat bulan kedepan.

Industri hilir pengolahan kayu merupakan salah satu industri di indonesia yang memiliki keunggulan komparatif. Dengan diterimanya skema SVLK dengan menggunakan Dokumen V-Legall sebagai dokumen eksportasi produk kayu ke pasar internasional khususnya Uni Eropa, diharapkan akan meningkatkan akses pasar sehingga nilai ekspor produk hilir pengolahan kayu lndonesia meningkat.

Menteri Perdagangan Thomas Lembong menambahkan, ekspor Produk Industri Kehutanan wajib dilengkapi dengan Dokumen V-Legal yang dapat membuktikan bahwa produk kayu indonesia yang diproduksi, diolah, dan diperdagangkan sesuai dengan komitmen Pemerintah dalam memberantas pembalakan liar serta memperbaiki tata kelola usaha dan perdagangan produk industri kehutanan.

Sementara itu, mengantisipasi keberatan dari para pelaku usaha kecil menegah, pemerintah menyatakan tidak perlu ada kekhawatiran. Melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dan Kementerian Perindustrian (Kemperin) pemerintah akan memberikan pendampingan dan dukungan untuk mendapatkan Sertifikat Legalitas Kayu, baik secara mandiri maupun berkelompok.

Berdasarkan data Kementerian Perdagangan (Kemdag), saat ini sekitar 93% pelaku IKM furnitur dan kerajinan kayu telah memiliki Sertifikat Legalitas Kayu. Untuk itu Pemerintah akan terus melanjutkan pemberian pendampingan dan dukungan bagi IKM untuk mendapatkan Sertifikat Legalitas Kayu.

Produk industri kehutanan merupakan salah satu produk unggulan ekspor nasional yang memberikan kontribusi dengan tren yang terus meningkat selama lima tahun terakhir yakni sebesar 2%. Nilai ekspor produk industri kehutanan tercatat sebesar US$ 10,6 miliar pada tahun 2015, atau 8% dari total ekspor nonmigas lndonesia

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×