Reporter: Adisti Dini Indreswari | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. Industri kelapa sawit semakin suram saja. Bukan saja menghadapi harga crude palm oil (CPO) yang jatuh di pasar global, perusahaan perkebunan sawit juga terancam mengalami penurunan produksi akibat kebakaran lahan yang terjadi saat ini.
Ketua Bidang Gararia dan Tata Ruang Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono bilang, sudah ada 14 anggota Gapki yang melaporkan kebakaran merembet sampai ke kebunnya. Luasnya bervariasi, dari hanya 1 hektare (ha) sampai 400 ha.
Menurut estimasi Gapki, hingga saat ini luas kebun kelapa sawit yang terbakar sudah mencapai 2.200 ha. "Tapi penurunan produksi tidak terlalu signifikan karena luas kebun yang sudah tertanam hanya separuhnya atau sekitar 1.000 ha," jelas Eddy di kantornya, Selasa (22/9).
Sebagai gambaran, rata-rata produktivitas kebun kelapa sawit adalah 20 ton tandan buah segar (TBS) per ha per tahun, dan produksi CPO sebanyak 20% dari TBS. Dengan asumsi tersebut, maka potensi penurunan produksi CPO sekitar 4.000 ton per tahun.
Sebagai catatan, produksi CPO dan turunannya termasuk biodiesel dan oleochemical mencapai 31,5 juta ton pada 2014. Gapki menargetkan produksi CPO tahun ini tumbuh menjadi 33 juta ton.
Namun, menurut Ketua Umum Gapki Joko Supriyono, kerugian paling besar bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit adalah tudingan sebagai pelaku utama kebakaran lahan. Joko mengklaim, anggota Gapki selalu berkomitmen pada zero burning policy sesuai dengan Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Joko mengakui, biaya pembukaan lahan memang tidak murah, mencapai Rp 6 juta per ha. "Tapi tidak mungkin kami menghemat biaya pembukaan lahan dengan cara membakar lahan. Resikonya lebih besar, bisa sampai pencabutan izin usaha," ujar Joko.
Apalagi, lanjut Joko, kebun adalah aset bagi perkebunan kelapa sawit. Sehingga tidak mungkin perusahaan membakar asetnya sendiri.
Mengutip catatan Global Forest Watch (GFW), per 20 September 2015, kebakaran di konsesi perusahaan kelapa sawit hanya sebesar 16%. Sedangkan kebakaran di areal kosong lebih besar yaitu 65%.
Untuk mencegah kebakaran berulang, Gapki mengusulkan agar pemerintah merevisi UU Nomor 32 Tahun 2009. Pasal 69 ayat 2 UU tersebut memang membolehkan pembakaran lahan dengan luas maksimal 2 ha.
Selain itu, ada pula peraturan pemerintah dan peraturan gubernur yang juga membuka kesempatan bagi petani untuk melakukan pembukaan lahan dengan cara dibakar. Pembakaran seluas 1 ha-5 ha cukup dengan izin kepala desa, sedangkan seluas di atas 5 ha dengan izin camat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News