Reporter: Amalia Nur Fitri | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyatakan, pembatasan jam operasi dan pengetatan pengetatan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di lima propinsi berpotensi kembali memukul kinerja industri.
Asal tahu saja, lima provinsi yang bakal kembali dilakukan pengetatan adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali.
Ketua Umum Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo) Roy N. Mandey dalam keterangan tertulis berharap agar peritel modern diberikan kelonggaran (deskresi) untuk tetap beroperasi pada jam normal.
Sebagai informasi, sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan peritel modern hanya bisa mengoperasikan gerai hingga pukul 19.00 untuk wilayah Jabodetabek dan 20.00 untuk zona merah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Baca Juga: Terpukul pandemi, industri ritel baru bisa pulih lagi 2 tahun-3 tahun ke depan
Hal ini dilakukan guna menekan penambahan kasus positif virus corona dan kematian sehingga dampak penurunan ekonomi relatif minimal.
"Kami mempertimbangkan hal ini sebab, ritel modern bukan menjadi klaster Covid-19 dan selalu menerapkan protokol kesehatan Covid-19 bagi masyarakat dan para pekerja peritel modern. Kami juga ingin memberikan kesempatan bagi masyarakat agar dapat memenuhi kebutuhannya di masa liburan hari Natal dan tahun baru," kata dia dalam keterangan resmi yang diterima Kontan.co.id, Kamis (17/12).
Roy melanjutkan, pada sisa dua bulan terakhir di tahun 2020, peritel modern sedang berusaha bangkit untuk meningkatkan omset yang turun tajam di kurun waktu 9 bulan terakhir.
Lebih detail dia bilang, pada masa festive atau Ramadhan, Lebaran & Libur Sekolah yakni April hingga Juni 2020 menjadi penanda keterpurukan gelombang I bagi pelaku ritel modern. Sebab omset tergerus hingga 20,6% dalam indikator Indeks Penjualan Riil di bulan tersebut, yang disurvei Bank Indonesia
"Jika jam operasional ritel modern dibatasi di akhir tahun 2020 ini maka akan merupakan pukulan gelombang ke II dari keterpurukan bagi pelaku usaha peritel modern berikut para pemasoknya, yang terdiri dari manufaktur dan para UMKM yang menjajakan produknya di gerai ritel modern anggota Aprindo," sambung Roy.
Baca Juga: Kinerja emiten ritel tertekan hingga kuartal ketiga, simak rekomendasi sahamnya
Ia menambahkan, hal ini dapat berujung terhadap pengendalian biaya operasional yang akan sangat ekstrim yakni, penutupan gerai dan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) sebagai multiplier effect tergerusnya daya beli secara signifikan.
"Aprindo berharap Pemerintah Pusat maupun Pemda, kiranya bijaksana dalam mengambil langkah tepat untuk melakukan keseimbangan 'gas dan rem' penanggulangan Covid-19 menggerakkan ekonomi secara paralel, dengan diantaranya mengizinkan agar peritel modern dan Mall diberikan kesempatan untuk tetap beroperasi secara normal," pungkas dia.
Selanjutnya: Ini proyeksi Aprindo untuk bisnis ritel tahun 2021
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News