Reporter: Gentur Putro Jati | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemhub) Herry Bakti S Gumay memastikan, 52% modal calon maskapai PT Firefly Indonesia Berjaya dimiliki warga Medan, Sumatera Utara.
"Dalam laporannya, mayoritas modalnya dimiliki perempuan asal Medan. Sementara 48% sisanya milik Firefly Sdn Bhd asal Malaysia," kata Herry, akhir pekan lalu. Sayangnya, Herry enggan menyebut identitas WNI yang dimaksudnya itu.
Masalah ini diangkat terkait Pasal 108 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1/2009 tentang Penerbangan. Isi Undang-Undang ini menyatakan, efektif 1 Januari 2012, badan usaha angkutan udara niaga nasional seluruh atau sebagian besar modalnya (51%) harus dimiliki oleh badan hukum atau warga negara Indonesia. Namun jika kepemilikan Indonesia terbagi atas beberapa pemilik modal, maka salah satu pemilik modal nasional harus tetap lebih besar dari keseluruhan pemilik modal asing.
Awal Juli lalu, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memang sudah menjelaskan keabsahan modal dalam negeri maskapai Malaysia yang mau beroperasi di Indonesia tersebut. Namun, sampai saat ini Kemhub masih menunggu kepastian aliran dana itu dari PPATK.
"Kalau nanti struktur modalnya sudah jelas dan hasil feasibility study-nya bagus tentu Surat Izin Usaha Penerbangan (SIUP) bisa diterbitkan," ujarnya.
Namun, ada satu masalah lain yang menjadi ganjalan. Yakni, pemilik modal dalam negeri itu tidak memiliki latar belakang pengusaha yang berkecimpung di bisnis angkutan udara. Hal tersebut jelas akan mempengaruhi pertimbangan Pemerintah dalam menerbitkan SIUP.
"Dalam Civil Aviation Safety Regulation (CASR) 121, ada syarat key person yang harus menguasai operasi dari suatu maskapai. Boleh saja pemiliknya bukan orang penerbangan, tetapi nanti kami akan lihat siapa saja orang-orang dalam timnya. Terutama untuk posisi Direktur Operasi dan Direktur Tekniknya," jelasnya.
Sesuai aturan, mreka yang menjabat dua posisi tersebut sampai level manajer di bawahnya akan menjalani fit and proper test yang akan dilakukan Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara. Sehingga pemerintah bisa menilai kesiapan maskapai baru yang ingin beroperasi di Indonesia itu.
"Jadi jalan Firefly untuk bisa mendapatkan SIUP masih panjang," imbuh Herry.
Firefly sendiri berminat untuk beroperasi di Indonesia sebagai maskapai tidak berjadwal atau carter. Untuk bisa menjadi maskapai carter, regulasi mewajibkan maskapai jenis itu untuk mengoperasikan minimal tiga pesawat dengan satu pesawat diantaranya berstatus milik. Setelah itu, Kemenhub akan meminta Firefly untuk mengurus Air Operator Certificate (AOC) untuk dapat terbang di langit Indonesia.
Sejauh ini Kemhub baru menerbitkan dua SIUP berjadwal untuk PT Aviastar Mandiri dan Tri-MG Intra Asia Airlines. Selain Firefly, masih ada empat maskapai lain yang menunggu SIUP nya diterbitkan. Yaitu Jatayu Airlines, Life Air, Love Air Services, serta Martabuana Abadi.
Sementara tujuh calon maskapai lain yang tahun ini juga mengajukan permohonan SIUP namun gugur ditengah jalan adalah Fly Cargo, Megantara Air, North Aceh Air, Sultra Air, Phoenix, Bee Air Charter, dan Spirit Global Service.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News