Reporter: Fitri Nur Arifenie, Naomi Theresa |
JAKARTA. Bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi masih menjadi magnet bagi bisnis Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU) di negeri ini. Itu pula sebabnya, banyak pengusaha memilih menjadi mitra PT Pertamina untuk menyalurkan BBM, baik bersubsidi maupun non subsidi.
Seorang pengusaha SPBU di Jakarta yang enggan disebut namanya mengatakan, 85% pendapatannya dari bisnis ini disumbang penjualan BBM bersubsidi. "Sisanya dari BBM non-subsidi," katanya.
Syarif Hidayat, pengusaha SPBU Pertamina, menjelaskan, sebenarnya margin penjualan BBM bersubsidi lebih kecil ketimbang non-subsidi. Pengusaha hanya mendapat Rp 190 dari setiap liter BBM bersubsidi yang mereka jual. Sedangkan margin penjualan BBM non-subsidi mencapai Rp 325 per liter.
Margin itu bisa lebih besar lagi kalau pengusaha SPBU Pertamina mau keluar "sedikit" modal lagi. Caranya, ikut program sertifikasi standar SPBU Pertamina (Pasti Pas). Baru ikut program saja, Pertamina sudah memberi margin Rp 200 per liter untuk BBM bersubsidi. "Setelah tiga bulan, kalau lulus, margin naik lagi menjadi Rp 205 per liter," tutur pengusaha SPBU lain.
Cuma, untuk mendapatkan margin setebal itu, SPBU setidaknya perlu merogoh sekitar Rp 10 miliar untuk membenahi fasilitas dan layanan SPBU. Namun, nilai itu terbilang kecil, sebab, "Dana yang kembali jauh lebih besar dari jumlah itu," kata pengusaha itu. Soalnya, begitu mendapat sertifikasi, pendapatan bisa meningkat hingga 20% per tahun.
Pertamina juga mengakui, konsumsi terbesar jenis BBM saat ini masih BBM bersubsidi. Karena itu, konsumsi BBM bersubsidi Pertama di semester I-2010 ini sudah lebih 7% hingga 8% dari kuota. "Pengguna paling banyak adalah sepeda motor dan kendaraan umum," ungkap Djaelani Sutomo, Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertama.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News