kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ada pandemi Covid-19 utilitas industri farmasi kurang dari 50%


Rabu, 29 Juli 2020 / 15:01 WIB
Ada pandemi Covid-19 utilitas industri farmasi kurang dari 50%
ILUSTRASI. Industri farmasi


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Walau sering disebut diuntungkan dengan adanya pandemi virus corona, ternyata kinerja industri farmasi secara keseluruhan turun. Hal tersebut diungkapkan  Ketua Umum Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) F. Tirto Koesnadi.

Tirto mengatakan, penurunan kinerja ini disebabkan di masa pandemi Covid-19, permintaan turun antara 50% hingga 60%, khususnya dikarenakan kebutuhan rumah sakit khususnya disebabkan pasien non Covid-19 yang berkunjung ke fasilitas kesehatan menurun drastis.

"Oleh karenanya, kapasitas produksi menjadi idle dan utilitas hanya tercapai kurang lebih 50% atau kurang daripada 50% dalam 3 bulan terakhir," ujar Tirto dalam webinar Road to IDF 2021: Prospek Pemulihan Ekonomi Melalui Revitalisasi Industri, Rabu (29/7).

Baca Juga: Vaksin Covid-19 diujicoba di Indonesia, simak rekomendasi analis untuk saham farmasi

Padahal, menurut Tirto, industri farmasi nasional dan BUMN memproduksi sekitar 90% obat untuk kebutuhan pasar dalam negeri dan kapasitas yang memadai untuk memenuhi pertumbuhan permintaan hingga 50% dari kebutuhan saat ini.

Melihat utilitas pabrik yang rendah, Tirto pun mengatakan perusahaan mulai melakukan pemutusan hubungan kerja juga merumahkan karyawan. Dia memperkirakan, sudah ada sekitar 2.000 hingga 3.000 karyawan yang dirumahkan.

Tirto melanjutkan, industri farmasi bisa menyerap tenaga kerja sekitar 500.000 hingga 700.000 orang. "Mungkin saat peak, di 2019 mungkin lebih [dari 500.000-700.000]," ujar Tirto.

Tak hanya berdampak pada utilitas pabrik,  Covid-19 juta membuat cash flow industri farmasi terganggu. Pasalnya, distributor kesulitan melayani fasilitas kesehatan yang masih mempunyai tunggakan pembayaran besar yang belum terselesaikan sejak tahun lalu. Hal ini pun menyulitkan arus kas industri karena distributor tidak membayar tepat waktu.

Baca Juga: Vaksin Covid-19 tiba, saham INAF dan KAEF nyaris mentok auto rejection atas

Penyebab lainnya masih ada tagihan ke faskes yang sudah jatuh tempo dan belum dibayar masih berkisar Rp 3 triliun. Pemesanan faskes pun hanya 30%-40% dari rencana kebutuhan obat (RKO) pada semester 2020. Menurut dia, mayoritas adalah fasilitas rumah sakit umum milik pemerintah terutama di bawah koordinasi Kemenkes.

"Ini yang kelihatannya mereka melakukan pengurangan pembelian atau pemesanan sehingga salesnya cukup menurun," pungkas Tirto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×