Reporter: Agung Hidayat | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri pengolahan di tanah air masih mampu menunjukkan geliat yang positif di tengah tekanan dari dampak pandemi Covid-19. Hal ini tercermin melalui capaian nilai ekspor sepanjang triwulan I tahun 2020, hingga mengalami surplus pada neraca perdagangan.
“Industri pengolahan mengalami tekanan mulai Maret 2020 akibat Covid-19, namun data ekspor industri pengolahan memberikan optimisme untuk tetap bertahan,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan resminya, Selasa (21/4).
Menperin mengungkapkan, kinerja pengapalan sektor manufaktur nasional pada tiga bulan pertama tahun ini meningkat 10,11% dibanding periode yang sama tahun lalu (y-o-y).
Sepanjang triwulan I-2020, ekspor dari industri pengolahan menembus angka US$ 32,99 miliar, sedangkan nilai impornya tercatat sekitar US$ 31,29 miliar.
Baca Juga: Gelombang PHK industri media di tengah wabah Covid-19
“Sehingga terjadi surplus sebesar US$ 1,7 miliar. Bahkan, ekspor industri pengolahan pada triwulan I-2020 memberikan kontribusi signfikan hingga 78,96% terhadap total ekspor nasional yang mencapai US$ 41,78 miliar,” paparnya.
Lima sektor sebagai penyumbang terbesar pada nilai ekspor manufaktur nasional selama tiga bulan pertama tahun ini, yaitu industri makanan yang membukukan senilai US$ 7,17 miliar, diikuti industri logam dasar (US$ 5,48 miliar), industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia (US$ 2,99 miliar), industri pakaian jadi (US$ 2,02 miliar), serta industri karet, barang dari karet dan plastik (US$ 1,78 miliar).
Sementara itu, kinerja pengapalan sektor manufaktur pada Maret 2020, juga mengalami peningkatan sebesar 7,41% dibanding capaian Maret 2019. Ekspor dari industri pengolahan di bulan ketiga tahun ini, tercatat menembus angka US$ 11,12 miliar, sedangkan nilai impornya sekitar US$ 10,80 miliar.
“Sehingga mengalami surplus pada neraca perdagangan sebesar US$ 0,32 miliar. Industri pengolahan pada Maret 2020 juga berkontribusi gemilang hingga 78,92% terhadap total nilai ekspor nasional yang mencapai US$ 14,09 miliar,” imbuhnya.
Adapun lima sektor yang menjadi champion pada perolehan ekspor manufaktur nasional selama Maret 2020, yakni industri makanan dan minuman yang membukukan nilai ekspor sebesar US$ 2,47 miliar, diikuti industri logam dasar (US$ 1,96 miliar), industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia (US$ 1,04 miliar), industri barang dari logam, komputer, barang elektronik, optik dan peralatan listrik (US$ 1,02 miliar), serta industri tekstil dan pakaian jadi (US$ 0,96 miliar).
“Kami melihat bahwa terjadi shifting pertumbuhan ekspor yang awalnya didorong oleh CPO dan produk hilirnya serta tekstil di tahun 2019, di triwulan I-2020 khususnya bulan Maret ini, kedua komoditas tersebut tergantikan oleh besi baja termasuk logam mulia, serta kertas dan permesinan,” ujar Menperin.
Baca Juga: Wabah corona pengaruhi peringkat kemudahan berbisnis Indonesia? Ini penjelasan BKPM
Pertumbuhan ekspor yang tinggi dari komoditas besi baja, didorong oleh perusahaan di Kawasan Industri Morowali dengan tujuan pasar utamanya ke China dan beberapa negara lainnya. “Walaupun demikian, komposisi nominal ekspor terbesarnya masih ditempati oleh CPO dan produk hilirnya, serta tekstil dan alas kaki,” tandasnya.
Agus menambahkan, beberapa sektor manufaktur lainnya masih agresif mendobrak pasar ekspor, meskipun di tengah kondisi sulit karena dampak dari pandemi Covid-19. Misalnya, di sektor agro, industri oleokimia mencatatkan nilai ekspor sebesar US$ 658 juta pada Januari-Februari 2020 juta atau naik 31% dibanding periode yang sama di tahun lalu. Selain itu, industri minyak goreng sawit dan oleofood, nilai ekspornya mampu tumbuh 2,5% pada periode Januari-Februari 2020.