Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah akademisi menyoroti poin-poin yang tertuang dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT) khususnya terkait Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dan pendanaan.
Direktur Pusat Penelitian Energi Terbarukan Universitas Indonesia, Eko Andi Setiawan menjelaskan pengembangan nuklir Indonesia harus bercermin dari Jerman.
Menurtnya, Jerman secara bertahap telah berkomitmen menghentikan pemanfaatan nuklir hingga 2022 mendatang.
"Jerman yang kebutuhan energinya tinggi, pakar nuklirnya banyak lebih memilih batubara ketimbang PLTN pasca kejadian Fukusima, Jepang pada 2011," ujar Andi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR RI, Selasa (11/12)
Sementara itu, Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Prof Mukhtasor mengungkapkan perlu ada kejelasan terkait pembentukan Badan Usaha Milik Negara Khusus (BUMNK) yang termuat dalam draft RUU EBT. "Jika sudah ada BUMN Khusus maka tidak perlu lagi ada dewan pengawas, kebanyakan," ungkap Mukhtasor.
Baca Juga: Demi Bauran EBT, Pemerintah Akan Mengonversi 23 PLTU Berusia Tua
Asal tahu saja ketentuan tersebut termuat dalam Pasal 7 Ayat 3 yang memuat tentang penjelasan bahwa pembangunan, pengoperasian dan dekomisioning Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dilakukan oleh BUMNK. Mukhtasor melanjutkan, pemerintah juga patut memperhatika PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dalam upaya penguatan BUMN.
Ia menilai, langkah pemerintah menerapkan pengembangan EBT dengan metode "at all cost" dimana sejumlah biaya kompensasi dan biaya eksplorasi ditanggung pemerintah dengan APBN sebaiknya direlokasi untuk PLN.
Nantinya PLN diharapkan akan ibekan penugasan guna mengembangkan panas bumi. "Tugaskan saja PLN, aset negara bertambah, PLN semakin kuat dan penyelenggaraan EBT terlaksana," ujar Mukhtasor.
Ia melanjutkan, pemerintah juga perlu membentuk lembaga khusus yang bertugas mengumpulkan dana asuransi bagi pengembangan PLTN. Nantinya, tiap reaktor nuklir diharuskan menyiapkan dana untuk menangani kejadian yang tidak terduga. "Jaga-jaga kalau ada kejadian, ada biaya pemulihan," pungkas Mukhtasor.
Selanjutnya: Pemerintah Menyiapkan Dua Opsi Mematikan PLTU Berusia 20 Tahun Lebih
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News