Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Alamtri Minerals Indonesia Tbk (ADMR) mengungkapkan kesiapan untuk mengoperasikan smelter aluminium fase pertama pada akhir tahun 2025. Anak usaha PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO) ini sedang menyiapkan operasional bertahap untuk beberapa tungku (pot) smelter aluminium.
Corporate Communication Alamtri Resources, Karina Novianti mengungkapkan proyek smelter yang sedang dibangun oleh anak perusahaan ADMR, PT Kalimantan Aluminium Industry (KAI) ini terus menunjukkan perkembangan konstruksi. Tapi, Karina belum membeberkan secara rinci progres pengerjaan proyek smelter aluminium yang berlokasi di Kalimantan Utara tersebut.
Karina hanya menegaskan bahwa pembangunan smelter aluminium ini direncanakan dalam tiga tahap dengan total kapasitas hingga 1,5 juta ton aluminium ingot per tahun. "Saat ini kami fokus untuk memulai pengoperasian beberapa pot smelter aluminium untuk tahap pertama yang ditargetkan pada akhir 2025," kata Karina kepada Kontan.co.id, Selasa (18/11/2025).
Baca Juga: Kemendag Lepas Gambir dari Sumatra Barat Senilai Rp 1,72 Miliar untuk Ekspor ke India
Pada fase pertama, smelter aluminium ini diproyeksikan akan memiliki kapasitas produksi sampai 500.000 ton aluminium ingot per tahun. "Penjualan dari smelter di tahap pertama ini akan dijual ke pasar domestik dan pasar ekspor," ungkap Karina tanpa merinci porsi penjualan maupun negara tujuan ekspor.
Sebelumnya, Direktur ADMR sekaligus Presiden Direktur Kalimantan Aluminium Industry, Wito Krisnahadi mengatakan bahwa produksi smelter aluminium akan dilakukan secara bertahap (ramp up). Tingkat optimal produksi diproyeksikan terjadi pada September atau Oktober 2026.
"Ramp up sampai tahun depan, sekitar September atau Oktober. Baru di 2027 akan bisa kapasitas penuh," kata Wito dalam media meeting beberapa waktu yang lalu.
Setelah tahap pertama rampung, ADMR pun siap untuk mengembangkan smelter aluminium ini, hingga mencapai kapasitas produksi 1,5 juta ton per tahun. Namun untuk tahap selanjutnya, ADMR akan terlebih dulu menunggu pasokan energi listrik hijau, terutama dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Mentarang Induk.
PLTA berkapasitas 1.375 Megawatt (MW) tersebut sedang dikerjakan oleh entitas usaha ADRO lainnya, yakni PT Kayan Hydropower Nusantara (KHN). Perusahaan ini merupakan joint venture antara ADRO, Sarawak Energy Berhad, dan PT Kayan Patria Pratama.
Prospek Industri Aluminium
Pemerintah turut menaruh perhatian khusus terhadap percepatan hilirisasi mineral dan pengembangan industri aluminium. Ketua Tim Kerja Industri Logam Bukan Besi Direktorat Industri Logam Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Yosef Danianta Kurniawan menguangkapkan saat ini Indonesia masih dominan mengekspor bahan antara.
Dus, tantangan ke depan adalah memacu hilirisasi alumina menjadi aluminium ingot serta produk turunan lainnya. "Harapannya di tahun-tahun ke depan impor semakin menurun dengan dukungan beroperasinya fasilitas refinery, sehingga produk alumina yang dihasilkan bisa menjadi sumber bahan baku di smelter," ungkap Yosef dalam diskusi Outlook Industri Aluminium, Jumat (14/11/2025).
Merujuk data Kemenperin, total kapasitas output smelter aluminium nasional saat ini bisa menghasilkan 775.000 ton aluminium per tahun. Kapasitas produksi aluminium premier bakal menembus level 1 juta ton pada tahun depan.
Kapasitas produksi aluminium diperkirakan akan mencapai 1,02 juta ton pada 2026 dan 1,27 juta ton pada 2027. Estimasi ini didorong oleh ekspansi yang dilakukan oleh PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum, optimalisasi output ingot PT Hua Chin, serta beroperasinya PT Kalimantan Aluminium Industry pada tahun 2026 yang akan beroperasi penuh pada 2027.
Kondisi ini akan memperkuat pasokan bahan baku untuk industri hilir seperti kabel listrik, aluminium plate/sheet/foil, industri pengecoran logam, hingga industri ekstrusi, yang membutuhkan bahan sekitar 1 juta ton aluminium per tahun. Peningkatan nilai tambah di dalam negeri ini diharapkan bisa memacu ekspor produk jadi dari Indonesia.
"Harapannya hilirisasi ini tidak hanya berhenti sampai ke smelter aluminium, tetapi produk yang dihasilkannya dapat dimanfaatkan oleh industri yang lebih hilir. Sehingga nantinya ekspor tidak lagi dalam bentuk alumina maupun ingot, tetapi sudah ekspor dalam bentuk produk jadi," ungkap Yosef.
Supaya penguatan industri aluminium nasional lebih optimum, Kemenperin menyadari perlunya dukungan kebijakan dari pemerintan. Dalam hal ini, Yosef menyoroti upaya untuk menekan biaya energi yang menjadi salah satu komponen biaya terbesar dalam proses produksi aluminium.
Kemenperin mengusulkan agar industri aluminium dapat menjadi penerima manfaat kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT). Insentif HGBT memungkinkan produsen aluminium mendapatkan harga gas yang lebih murah dibandingkan harga gas bumi komersial yang berkisar US$ 12 - US$ 14 per MMBTU.
Jika merujuk pada kebijakan saat ini, sektor industri yang menerima HGBT bisa menikmati harga gas sebesar US$ 6 - US$ 7 per MMBTU. “Selisih harga di atas, tentu akan berdampak positif bagi kinerja industri aluminium, sehingga bisa menurunkan biaya produksi yang signifikan. Diharapkan akan memberikan multiplier effect untuk industri yang lebih hilir, sehingga produk akhir bisa semakin kompetitif,” ungkap Yosef.
Di sisi lain, untuk menjaga ketersediaan bahan baku, Kemenperin tengah mempertimbangkan untuk merumuskan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) khusus untuk alumina. Usulan kebijakan DMO Smelter Grade Alumina (SGA) ini bertujuan agar alumina produksi dalam negeri tidak difokuskan untuk ekspor, tetapi bisa diprioritaskan memenuhi bahan baku input smelter aluminium yang ada di Indonesia.
"Kebijakan DMO untuk SGA menjadi salah satu opsi ke depan. Ketika smelter aluminium bertambah secara kapasitas, tentu kebutuhan SGA akan meningkat. Saat ini SGA masih didominasi ekspor karena pasar luar masih cukup menjanjikan. Perlu diantisipasi, DMO salah satu opsi yang perlu dipertimbangkan," terang Yosef.
ADMR belum memberikan respons soal wacana insentif tersebut. Karina hanya menegaskan bahwa ADMR akan mematuhi setiap peraturan yang berlaku. "Alamtri berkomitmen untuk senatiasa mematuhi regulasi yang ditetapkan pemerintah termasuk kebijakan yang dapat mendukung program hilirisasi nasional," tutup Karina.
Baca Juga: Summarecon Expo 2025 Cetak Penjualan Rp 1,8 Triliun
Selanjutnya: Update Kurs Transaki BI Rabu (19/11): Dolar AS Tembus Rp16.843,80
Menarik Dibaca: 8 Faktor Risiko yang Bisa Menyebabkan Asam Urat Kambuh
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News












