Reporter: Amalia Fitri | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. PT Anabatic Technologies Tbk (ATIC) menilai kebutuhan akan berbagai solusi smart city akan tumbuh luar biasa dalam enam tahun ke depan.
Berpegang pada data studi Grand View Research, Chief Executive Officer (CEO) ATIC, Harry Surjanto berkata pasar bisnis smart city akan mencapai nilai US$ 237,6 miliar pada 2025, dengan CAGR sebesar 18,9% dari 2019 sampai 2025.
"Pertumbuhan populasi penduduk dan tantangan mengelola sumber daya alam yang terbatas dan tuntutan menjaga pelestarian lingkungan, menjadi alasan mengapa smart city akan berkembang pesat. Masih banyak potensi yang bisa digali di Indonesia karena perkembangannya masih sangat awal," tutur Harry saat dihubungi Kontan, Jumat (5/7).
Harry juga melihat persoalan seperti urbanisasi, infrastruktur kota yang menua, hingga kebutuhan akan peningkatan kualitas hidup, juga menjadi pendorong kebutuhan solusi kota berbasis teknologi.
Dengan demikian, menurut Harry, harapan mewujudkan kota dengan mobilitas efisien, pemanfaatan energi yang optimal, peningkatan bangunan dan rumah, serta layanan administrasi yang baik dapat terwujud.
Lebih jauh, Harry menjelaskan pihaknya sudah fokus bekerja dan menggarap penyediaan solusi infrastuktur teknologi Informasi, sejak beberapa tahun lalu. Melalui anak perusahaannya, PT Blue Power Technology (BPT) perseroan yang memiliki tiga kantor representatif di Singapura, Malaysia, dan Filipina ini, membantu pengelolaan kota seperti meningkatkan keamanan hingga pengaturan lalu lintas.
"Melalui BPT yang bergabung di dalam PT. Computrade Technology International (CTI Group), sejumlah kota besar di Indonesia telah dan terus bekerja sama dengan BPT dalam merealisasikan misinya menjadi smart city," jelas Harry.
Sayangnya Harry enggan membuka berapa nilai investasi, nama program, dan dimana saja sasaran sistemnya.
CTI sendiri merupakan anak perusahaan ATIC yang berfokus mendistribusikan produk gadget dan layanan TI seperti IBM, Oracle, Apple, Samsung, hingga Huawei. CTI yang mengolah segmen usaha Cloud and Digital Platform (CDPP) ini, menjadi penyumbang pendapatan terbesar ATIC sebesar 75,6% di angka Rp 4,1 triliun pada tahun 2018.
"Untuk mengembangkan proyek keamanan dan lalu lintas, kami tidak ada dana khusus. Malah investasi kami di manusia. Sejauh ini ada 20 orang yang menguasai implementasi smart city," lanjut Harry.
Selain itu, ATIC juga memiliki segmen usaha Mission Critical Digital Solution (MCDS) yang dikelola PT Anabatic Digital Raya (ADR) bergerak di bidang penyelesaian masalah secara digital dalam bidang keuangan, asuransi dan pembayaran. Segmen ini menyumbang pendapatan sebesar Rp 847,3 miliar pada 2018.
Yang terakhir adalah Digitally Encriched Outsourcing Service (DEOS) yang dikelola oleh PT Karyaputra Suryagemilang (KPSG) bergerak di bidang human resource. DEOS menyumbang pendapatan sebesar Rp 457,9 miliar atau sekitar 8,4% dari total pendapatan tahun 2018.
Sepanjang 2018, ATIC membukukan penurunan laba bersih sebesar 69,96% di angka Rp 10,4 miliar. Sementara pendapatan tumbuh 18,3% di angka Rp 5,43 triliun. Tahun ini, ATIC menargetkan pertumbuhan pendapatan 10%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News